Perkembangan
Politik Di Indonesia
Npm : 182 11 086
Kelas : 2 EA 27
Mata Kuliah : Kewarganegaraan (soffskill)
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karuniaNya,
penulis dapat menyelesaikan makalah kewarganegaraan ini. Penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermaanfaat untuk para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
pelu ditingkatkan lagi mutunya. Oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis
harapkan.
Jakarta, Mei
2013
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
BAB
I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang …........................................ 1-3
1.2.
Pengertian & Pemahaman Tentang Politik
........ 4-5
BAB II
: ISI DAN PEMBAHASAN
2.1.
Perkembangan Politik Indonesia .................. 6-8
2.2.
Lembaga Politik Indonesia
............................ 9
2.3. Pengertian Partai Politik ............................... 10
2.3.1 Fungsi Politik
....................................... 11-12
2.4.
Struktur-Struktur Politik Informal ................ 13-15
BAB III : PENUTUP
3.1.
kesimpulan
............................................... 16
3.2. Saran
........................................................ 17
BAB I
PENDAHULUAN
PERKEMBANGAN POLITIK
1.1 LATAR BELAKANG
Situasi politik di Indonesia saat ini
mengalami gelombang naik turun. Tingkat partisipasi masyarakat yang semakin
diberikan tempat dan kesempatan untuk mengeluarkan pendapat menimbulkan kritik
masyarakat terhadap kebijakan yang dibuat pengusaha. Kritik yang ditujukan pada
individu, kelompok, lembaga, maupun instansi pemerintah dilakukan dengan
berbagai cara, bentuk, dan penggunaan media.Persoalan politik Indonesia
sekarang menjadi suatu wacana terbuka yang dapat diikritisi oleh masyarakat
kalangan apapun.
Untuk menyambung informasi antara
pemerintah dengan masyarakat, media menawarkan beragam pilihan cara memperoleh
informasi, mulai dari penyiaran media elektronik seperti televisi dan radio,
media cetak seperti surat kabar, majalah, dan buletin, hingga media online yang
sekarang mulai berkembang.Dari banyaknya pilihan media massa, penulis lebih
memfokuskan penulisan serta analisis terhadap media cetak. Dalam memperoleh
informasi pada media cetak kita hanya perlu menggunakan kemampuan visual yang
kita miliki. Isi ataupun rubrik yang dimiliki media cetak juga sangat beragam
mulai dari opini.
Politik adalah proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara
lain berwujud proses pembutan keputusan, khususnya dalam
negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai
definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu
politik
Politik berasal dari bahasa
Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang
masing-masing bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά (politika - yang
berhubungan dengan negara) dengan akar katanya (polites -
warga negara) dan (polis-negara kota).
Secara etimologi kata
“politik” masih berhubungan dengan polis,kebijakan. Kata “politis” berarti
hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata “politisi” berarti orang-orang
yang menekuni hal politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan
secara konstisunal maupun nonkonstistuonal. Di samping itu politik juga dapat
ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
- politik adalah usaha yang ditempuh
warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
- politik adalah hal yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
- politik merupakan kegiatan yang
diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
- politik adalah segala sesuatu tentang
proses perumusan dan pelaksanan kebijakan public
Perilaku politik atau (Inggris:Politic
Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna
memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik.Seorang individu/kelompok
diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan
perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:
- Melakukan pemilihan untuk memilih
wakil rakyat / pemimpin
- Mengikuti dan berhak
menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol ,
mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya
masyarakat
- Ikut
serta dalam pesta politik
- Ikut mengkritik atau menurunkan para
pelaku politik yang berotoritas
- Berhak
untuk menjadi pimpinan politik
- Berkewajiban untuk melakukan hak dan
kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang
telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum
yang berlaku
Dalam perspektif
sistem, sistem politik adalah subsistem dari system sosial.
Perspektif atau pendekatan system melihat keseluruhan interaksi yang ada
dalam suatu sistem yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya
dan memiliki hubungan yang relatif tetap di antara elemen-elemen pembentuknya.
Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut.
misalnya dengan menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada
struktur hubungan antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk sistem
politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai pusat kekuatan politik
misalnya merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai politik dan
kelompok-kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem politik.
Dengan mengubah sudut pandang maka sistem politik bisa dilihat sebagai
kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan perilaku politik.
Model sistem politik yang paling sederhana
akan menguraikan masukan (input) ke dalam sistem politik, yang mengubah
melalui proses politik menjadi keluaran (output).
Dalam model ini masukan biasanya
dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik
lewat berbagai keputusan dan pelayanan publik yang diberian oleh pemerintahan
untuk bisa menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka
efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan
bagi rakyat.
Namun dengan mengingat Machiavelli maka
tidak jarang efektifitas sistem politik diukur dari kemampuannya untuk
mempertahankan diri dari tekanan untuk berubah. Pandangan ini tidak membedakan
antara sistem politik yang demokratis dan sistem politik yang
otoriter.
1.2 Pengertian Dan Pemahaman Tentang Politik
Ilmu politik adalah salah satu
ilmu tertua dari berbagai cabang ilmu yang ada. Sejak orang mulai hidup
bersama, masalah tentang pengaturan dan pengawasan dimulai. Sejak itu para
pemikir politik mulai membahas masalah-masalah yang menyangkut batasan
penerapan kekuasaan, hubungan antara yang memerintah serta yang diperintah,
serta sistem apa yang paling baik menjamin adanya pemenuhan kebutuhan tentang
pengaturan dan pengawasan.
Ilmu politik diawali dengan baik pada
masa Yunani Kuno, membuat peningkatan pada masa Romawi, tidak terlalu
berkembang di Zaman Pertengahan, sedikit berkembang pada Zaman Renaissance dan
Penerangan, membuat beberapa perkembangan substansial pada abad 19, dan
kemudian berkembang sangat pesat pada abad 20 karena ilmu politik mendapatkan
karakteristik tersendiri.
Ilmu politik sebagai pemikiran
mengenai Negara sudah dimulai pada tahun 450 S.M. seperti dalam karya
Herodotus, Plato, Aristoteles, dan lainnya. Di beberapa pusat kebudayaan Asia
seperti India dan Cina, telah terkumpul beberapa karya tulis bermutu.
Tulisan-tulisan dari India terkumpul dalam kesusasteraan Dharmasatra dan
Arthasastra, berasal kira-kira dari tahun 500 S.M. Di antara filsuf Cina
terkenal, ada Konfusius, Mencius, dan Shan Yang(±350 S.M.)
. Di Indonesia sendiri ada
beberapa karya tulis tentang kenegaraan, misalnya Negarakertagama sekitar abad
13 dan Babad Tanah Jawi. Kesusasteraan di Negara-negara Asia mulai mengalami
kemunduran karena terdesak oleh pemikiran Barat yang dibawa oleh Negara-negara
penjajah dari Barat.
Di Negara-negara benua Eropa sendiri bahasan mengenai politik pada abad ke-18
dan ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena itu ilmu politik hanya
berfokus pada negara. Selain ilmu hukum, pengaruh ilmu sejarah dan filsafat
pada ilmu politik masih terasa sampai perang Dunia II. Di Amerika Serikat
terjadi perkembangan berbeda, karena ada keinginan untuk membebaskan diri dari
tekanan yuridis, dan lebih mendasarkan diri pada pengumpulan data empiris.
Perkembangan selanjutnya bersamaan dengan perkembangan sosiologi dan psikologi,
sehingga dua cabang ilmu tersebut sangat mempengaruhi ilmu politik.
Perkembangan selanjutnya berjalan dengan cepat, dapat dilihat dengan
didirikannya American Political Science Association pada 1904.
Perkembangan ilmu politik setelah Perang Dunia II berkembang lebih pesat,
misalnya di Amsterdam, Belanda
didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, walaupun penelitian tentang
negara di Belanda masih didominasi oleh Fakultas Hukum. Di Indonesia sendiri
didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, seperti di Universitas Riau.
Perkembangan awal ilmu politik di Indonesia
sangat dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena pendidikan tinggi ilmu hukum sangat
maju pada saat itu.Sekarang, konsep-konsep ilmu politik yang baru sudah mulai
diterima oleh masyarakat. Di negara-negara Eropa Timur, pendekatan tradisional dari segi sejarah,
filsafat, dan hukum masih berlaku hingga saat ini. Sesudah keruntuhan
komunisme, ilmu politik berkembang pesat, bisa dilihat dengan ditambahnya
pendekatan-pendekatan yang tengah berkembang di negara-negara barat pada
pendekatan tradisional. Perkembangan ilmu politik juga disebabkan oleh dorongan
kuat beberapa badan internasional, seperti UNESCO. Karena adanya perbedaan
dalam metodologi dan terminologi dalam ilmu politik.
UNESCO pada
tahun1948 melakukan survei mengenai ilmu politik di kira-kira 30 negara. Kemudian, proyek ini dibahas beberapa ahli di Prancis, dan
menghasilkan buku Contemporary Political Science pada tahun 1948. Selanjutnya
UNESCO bersama International Political Science Association (IPSA) yang mencakup
kira-kira ssepuluh negara, diantaranya negara Barat, di samping India, Meksiko,
dan Polandia. Pada tahun 1952 hasil penelitian ini dibahas di suatu konferensi
di Cambridge, Inggris dan hasilnya disusun oleh W. A. Robson dari London School
of Economics and Political Science dalam buku The University Teaching of
Political Science. Buku ini diterbitkan oleh UNESCO untuk pengajaran beberapa ilmu sosial(termasuk
ekonomi, antropologi budaya, dan kriminologi) di perguruan tinggi. Kedua karya
ini ditujukan untuk membina perkembangan ilmu politik dan mempertemukan
pandangan yang berbeda-beda.
Pada masa-masa berikutnya ilmu-ilmu
sosial banyak memanfaatkan penemuan-penemuan dari antropologi, sosiologi,
psikologi, dan ekonomi, dan dengan demikian ilmu politik dapat meningkatkan
mutunya dengan banyak mengambil model dari cabang ilmu sosial lainnya. Berkat
hal ini, wajah ilmu politik telah banyak berubah dan ilmu politik menjadi ilmu
yang penting dipelajari untuk mengerti tentang politik.
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
2.1. Perkembagan Politik Indonesia
Tak dapat dipungkiri, setiap
negara di dunia mempunyai periode kepemimpinan politik yang beragam.
Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 menjadi modal awal
terbentuknya sistem politik. Kemudian membentuk pemerintahan yang sah dan
menjalankan roda kepemimpinan dalam sebuah sistem kenegaraan. Hal ini ditandai
dengan berbagai istilah di masa-masa kepemimpinan yang berbeda. Pada awal
kemerdekaan, situasi politik Indonesia masih mencari bentuknya, ditandai dengan
berbagai perubahan yang dibuat. Pembentukan sifat politik ini menghadirkan era
kepemimpinan politik yang khas.
Perkembangan Politik Era Presiden Soekarno
Sebagai pemimpin besar
revolusi, Soekarno dipandang sebagai Presiden Republik Indonesia yang punya
kharisma politik tersendiri. Lugas, tegas, menggebu-gebu, semangat, dan
cenderung anti-barat merupakan gambaran yang bisa kita saksikan pada setiap
pidato politiknya.Masa awal kepemimpinannya, ditandai dengan terbentuknya
sistem pemerintahan parlementer. Sistem ini menciptakan sebuah pemerintahan
yang memberi kekuasaan dominan kepada lembaga legislatif. Terbentuknya berbagai
partai politik yang bebas menyuarakan aspirasi merupakan tanda kehidupan
politik terakomodir.
Perkembangan politik di era
kepemimpinan Soekarno, telah memberikan ruang luas bagi partai politik untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan politiknya. Ini terbukti dengan terbentuknya
sistem kepartaian (multipartai). Masyarakat pun memiliki pilihan yang banyak
untuk menempatkan keterwakilan politiknya di parlemen. Pemilu sebagai ciri dari
negara demokrastis, di era Soekarno diselenggarakan dengan baik. Kebebasan pers
menduduki posisi tertinggi, sebagai media informasi yang dijamin kebebasannya.
Namun hal tersebut tidak berlangsung lama. Era kepemimpinan kemudian ditandai
dengan melemahnya sistem kepartaian yang bebas. Lalu terjadi gerakan
perkembangan yang lambat terhadap perkembangan politik Indonesia saat
itu.
Perkembangan Politik Era
Presiden Soeharto
Perkembangan politik
Indonesia era kepemimpinan Presiden Soeharto di mulai ketika ia "mengambil
alih" kekuasaan dari Presiden Soekarno. Pemerintahan politik dijalani
berdasarkan asas Pancasila, yang juga mengatur seluruh kehidupan berbangsa dan
bernegara. Awalnya, realisasi pengamalan Pancasila mampu diterima masyarakat
sebagi "kiblat"pemerintahan politik yang dijalankan Soeharto. Namun,
berubah sebagai alat pemaksaan kehendak, yang mengubah sistem pemerintahan
menjadi otoriter. Presiden menjadi komandan pemerintahan yang tidak boleh
tersentuh oleh apapun dan siapapun. Kehidupan politik yang diharapkan mengalami
perkembangan setelah runtuhnya rezim Soekarno ternyata hanya jadi retorika
semata.
Posisi politik lembaga legislatif yang seharusnya menjadi
penyeimbang kekuasaan, malah menjadi tameng dari pemerintah yang dibangun
secara over sentralistik. Rotasi kekuasaan politik tak pernah terjadi hingga 32 tahun lamanya. Pemilu
hanya dijadikan rutinitas lima tahunan yang pemenangnya sudah bisa ditebak.
Partai Golkar menjadi kendaraan politik yang ampuh digunakan oleh Soeharto
untuk mengamankan setiap keputusan politik pemerintahannya di DPR. Bahkan,
Presiden Soeharto berubah sangat arogan, dengan menggunakan kekuatan militer
pada setiap situasi keamanan yang bisa saja mendorong masyarakat untuk bergerak
melawan rezimnya yang korup.
Perkembangan Politik Era Reformasi
Tidak ada yang dapat
memberikan penilaian dengan pasti apakah cita-cita reformasi sudah terwujud
atau belum. Runtuhnya kekuasaan Soeharto padahal telah memberikan secercah
harapan bagi terciptanya iklim demokrasi yang jauh lebih baik. Namun, harapan
itu kenyataan hanya menjadi mimpi tanpa realisasi nyata. Masih adanya perbedaan
dalam pandangan ketegasan terhadap sistem pemerintahan, merupakan salah satu
indikator yang bisa kita lihat. Di sini terlihat ada persaingan politik yang
terjadi, antara pemerintah dan legislatif sebagai pembuat produk
undang-undang.
Kekuasaan presiden tidak
mutlak dijalankan secara penuh, tapi terpengaruh pada parlemen. Hal ini
akhirnya menciptakan situasi politik yang tidak sehat, karena presiden terpaku
oleh kepentingan lain. Kepentingan itu bisa jadi tidak berpengaruh pada
perbaikan kondisi bangsa secara keseluruhan. Dari uraian tadi, jelas terlihat
bahwa sistem demokrasi dalam perkembangan politik Indonesia yang dibangun pasca
Orde Baru masih mencari bentuk yang ideal. Satu prestasi yang patut kita
cermati adalah keinginan yang kuat untuk merealisasikan sistem pemilihan kepala
daerah langsung. Kebebasan berserikat dan berpendapat yang ada dalam
undang-undang dasar direalisasikan dengan sistem multipartai.
Demokrasi Parlementer
(1950-1959)
Parlemen memainkan peranan
yang dominan.Akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi sangat tinggi.Partai
baru hidup bebas dengan sistem multipartai Pemilu 1955 dilaksanakan
sangat demokratis Hak-hak dasar masyarakat sangat dikurangi Partai
besar mempunyai surat kabar
Demokrasi Terpimpin
(1959-1966)
Mengaburnya sistem kepartaian terbentuknya
DPR-GR, peranan legislatif lemah Penghormatan hak dasar melemah, presiden
menyingkirkan lawan-lawan politik Kebebasan pers meredup, beberapa media yang
dibredel
Sentralisasi kekuasaan dominan dalam
hubungan pusat daerah
Era Presiden Soeharto
Demokrasi Pancasila (1966-1998)
Kekuasaan kepresidenan pusat dari
seluruh proses politik
Rotasi kekuasaaan politik hampir tidak
pernah terjadi
Rekruitmen politik tertutup
Pemilu dilakukan lima tahun sekali
Partai politik dibatasi
Hak-hak dasar manusia dibatasi.
Era Pasca Soeharto
Demokrasi Era Transisi (1998-sekarang)
Kepala negara dan kepala daerah
dipilih lagsung
Sistem presidensial dengan multipartai
Kebebasan pers, kebebasan
berorganisasi, dan kebebasan berpendapat
Lembaga perwakilan terdiri dari DPR
dan DPD
Lembaga pengadilan diawasi komisi
yudisial
Munculnya komisi-komisi negara.
2.2.Lembaga politik
Secara awam berarti suatu organisasi
tetapi lembaga bisa juga merupakan suatu kebiasaan atau perilaku yang terpola.
Perkawinan adalah lembaga sosial, baik yang diakui oleh negara lewat KUA atau
Catatan Sipil di Indonesia maupun yang diakui oleh masyarakat saja tanpa
pengakuan negara. Dalam konteks ini suatu organisasi juga adalah suatu perilaku
yang terpola dengan memberikan jabatan pada orang-orang tertentu untuk
menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan bersama, organisasi bisa
formal maupun informal. Lembaga politik adalah perilaku politik yang terpola
dalam bidang politik.
Pemilihan pejabat, yakni proses
penentuan siapa yang akan menduduki jabatan tertentu dan kemudian menjalankan
fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin dalam suatu bidang/masyarakat
tertentu) adalah lembaga demokrasi. Bukan lembaga pemilihan umumnya (atau
sekarang KPU-nya) melainkan seluruh perilaku yang terpola dalam kita mencari
dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin ataupun wakil kita untuk duduk
di parlemen.
Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses
transisi menuju demokrasi seperti indonesia saat ini adalah
pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan perilaku pengambilan
keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan sesuai dengan
norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah merobah lembaga
feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, bahwa ada kedudukan pasti
bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi sebagai bangsawan politik
dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi lembaga yang terbuka dan
mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan.
Untuk melembagakan demokrasi
diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat struktural yang akan
terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa menjadi pandangan
hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya
baru bisa dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu
oleh negara untuk bisa teraktualisasikan, saat tiap individu berhubungan dengan
individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku..
2.3 Pengertian
Partai Politik
Partai berasal dari bahasa Latin yaitu partire yang
bermakna membagi.Partai merupakan peralihan jangka panjang dari istilah faksi,
dimana faksi di Eropa pada masa lalu sekitar abad XVIII memiliki konotasi
negatif dan sangat dikenal sebagai organisasi penghasut yang ada dalam setiap
bentuk organisasi politik.
Faksi berasal dari bahasa Latin, yakni facere yang
artinya bertindak atau berbuat, dalam pengertian politik faksi adalah kelompok
yang melakukan tindakan-tindakan merusak, kejam dan bengis. Pembicaraan tentang
faksi biasanya mengarah pada pembicaraan kelompok di mana kepentingan bersama
harus tunduk pada kepentingan perorangan (Cipto :1998:1)
Mariam Budiarjo dalam bukunya
dasar-dasar Ilmu Politik mengutip berbagai difinisi partai politik dari
berbagai sarjana. Ia sendiri merumuskan partai politik sebagai suatu kelompok
yang teroganisir yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita yang
sama Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik (biasanya) secara konstitusionil –untuk melaksankan
kebijaksanan-kebijaksanaan mereka. Menurut Sigmund Neumann menyatakan Partai
Politik sebagai organisasi artikualitif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik
yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada
pengendalian kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan
rakyat dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang
berbeda-beda. tersebut memperjuangkan kepentingan anggotanya baik kepenting
yang bersipat idiil maupun materiil
Pengertian Partai
politik secara normatif di muat dalam berbagai peraturuan keparataian yang ada
dan pernah ada. Dalam Undang-undang kepartaian yang baru yakni Undang-undang
Nomor 2 tahun 1999, Partai politik dirumuskan sebagai berikut : “….Partai
politik adalah setiap organisasi yang dibentuk oleh warganegara Republik
Indonesia secara suka rela atas dasar persamaan kehendak untuk memperjuangkan
baik kepentingan anggotanya maupun bangsa dan negara melalui pemilihan umum”.
Dalam lietratur politik, kita
juga mengenal yang namanya kelompok kepentingan atau intrest group dan kelompok
penekan atau pressure group. Kedua kelompok ini meski memperjuangkan
kepentingan kelompoknya tetapi mereka tidak dapat kata sebagai partai politik.
Kelompok Kepentingan adalah merupakan suatu organisasi yang terdiri dari
kelompok individu yang mempunyai kepentingan-kepentingan, tujuan –tujuan,
keinginan-keinginan yang sama, dan mereka melakukan kerja sama untuk mempengaruhi
kebijaksanaan pemerintahan demi tercapainya kepentingan-kepentingan,
tujuan-tujuan dan keinginan-keinginan tadi. Perbedaan kedua antara partai
politik dengan kelompok kepentingan adalah bahwa
Partai Politik berusaha
untuk memperoleh kekuasaan yang pada giliranya akan dipergunakan untuk
mengendalikan/mengontrol jalannya roda
pemerintahan dalam usahanya merealisir atau mewujudkan program-program yang
telah ditetapkan. è Kelompok Kepentingan hanya berusaha untuk mempengaruhi
kebijaksanaan pemerintah dalam rangka agar dapat terpenuhi
kepentingan-kepentingan atau mencegah kebijaksanaan Pemerintahan yang mungkin
dapat merugikannya dan dalam waktu yang sama kelompok kepentingan tidak
berusaha untuk memperoleh jabatan publik.
2.3.1 Fungsi Partai Politik
ada beberapa macam fungsi dari
partai politik , yaitu :
Partai politik sebagai sarana
komunikasi politik.
- Dalam menjalankan fungsi ini, Partai
politik menghimpun berbagai masukan ,ide dari berbagai lapisan
masyarakat. Asfirasi ini kemudian digabungkan. Proses penggabungan ini
sering disebut sebagai “penggabungan kepentingan” (intres aggregation).
Setelah berbegai gagasan, ide , kepentingan tersebut digabungkan ,
selanjutnya berebagai kepentingan tersebut disusun dan rumuskan secarat
sistematik dan teratur, proses ini sering disebut dengan perumusan
kepentingan (articulation Intrest). Rumusan tersebut kemudian di jadikan
propram partai yang akan di perjuangkan dan disampaikan kepada pemerintah
untuk dijadikan suatu kebijakan umum.
Selain komunikasi yang demikian,
partai politik juga berperan sebagai wadah untuk menyebarluaskan kebijakan
pemerintah dan mendiskusikannya. Dengan demikian terjadi dialog baik dari bawah
keatas maupun dari atas kebawah. Peran yang demikian , menempatkan partai
politik sebagai perantara atau penghubung antara masyarakat dengan pemerintah
dalam suatu ide-ide atau gagasan gagasan.
2. Partai politik berfungsi sebagai
sarana sosialisasi politik. Dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan sebagai sebagai proses
dimana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap phenomena politik yang
umumnya berlaku dalam masyrakat dimana ia berada. Biasanya proses sosialisasi
berjalan secara berangsur-angsur dari masa kecil hingga ia dewasa. Disamping
itu sosialisasi politik juga mencakup proses melalui mana masyarakat
menyampaikan norma-norma dan nialai-nilai adri satu generasi ke generasi
berikutunya.
Dalam hubungan ini partai
politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi politik . Dalam usaha
menguasai pemerintahan melalui kemenangan pemilu, parati memerlukan dukungan
massa. Untuk itu partai menciptalan “imege” bahwa ia memperjuangkan kepentingan
umum. Disamping menenmkan solidaritas dengan partai , partai politik juga
mendidik anggotanya menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai
warganegara dan menempatkan kepentingan sendiri dibawah kepentingan nasional .
Di negara-negara baru, partai
politik juga berperan untuk memupuk identitas nasional dan itegritas nasional.
Proses sosialisasi politik diselenggarakan melalui ceramah-ceramah, penerangan,
kursus kader dan lainnya.
3. Partai Politik sebagai sarana recriutment politik
Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat
untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai . Dengan
demikian partai turut memperluas memperluas partisifasi politik . Caranya ialah
melalui kontak pribadi , persuasi dsn lain-lain. Juga di usahakan untuk menarik
golongan muda untuk didik menjadi kader partai yang dimasa mendatang
menggantikan pimpinan lama.
4. Partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Dalam
suasana demokratis , persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat adalah
maslah yang wajar , jika terjadi konflik , partai politik berusaha
mengatasinya. Fungsi partai politik secara normatif dirumusakan dalam
Undang-undang nomor 2 tahun 1999 sebagai berikut : ¨ Partai politik berfungsi :
¨ Melaksanakan pendidikan politik dengan menumbuhkan dan mengembangkan
kesadaran atas hak dan kewajiban politik rakyat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara; ¨ Menyerap,menyalurkan dan memperjuangkan kepentingan masyarakat
dalam pembuatan kebijaksanaan negara melalui mekanisme badan-badan
permusyawaratan / perwakilan rakyat; ¨ Mempersiapkan anggota masyarakat untuk
mengisi jabatan-jabatan politik sesuai dengan mekanisme demokrasi.
2.4. Struktur – Struktur Politik
Informal di Luar Partai Politik
Struktur – struktur politik
informal seperti media massa, kelompok – kelompok berbasis agama, LSM atau NGO,
dan asosiasi profesi telah menunjukkan eksistensinya dalam sistem politik
setelah selama kurang lebih 32 tahun ditekan oleh pemerintah. Bahkan, struktur
– struktur politik informal tersebut telah memainkan peran penting dalam
melakukan artikulasi kepentingan dan memberikan input yang berharga bagi sistem politik
ketika struktur politik formal mengalami kemandegan dan gagal memainkan fungsi
yang seharusnya mereka laksanakan. Dengan kata lain, ketika partai politik
gagal melaksanakan fungsinya dalam menggalang dan melembagakan partisipasi
politik, misalnya, kelompok – kelompok informal ini menggantikan peran partai
politik dengan memobilisasi dukungan dan terlibat aktif dalam memengaruhi
kebujakan – kebijakan publik. Dalam kaitan ini, terdapat banyak kebijakan
pemerintah yang akhirnya urung dilaksanakan sebagai akibat tekanan yang terus –
menerus dari struktur – struktur informal ini.
Media massa, misalnya, telah memainkan
peran dalam melakukan sosialisasi politik dan komunikasi politik. Kemampuannya
dalam menggalang opini publik telah membuatnya menjadi kekuatan demokrasi yang
penting dalam beberapa tahun belakangan.
Diberlakukanya UU No. 40 tahun
1999 telah membuatnya mampu berperan sebagai salah satu pilar demokrasi yang
penting. Meskipun di antara pengamat menaruh keprihatinan yang mendalam sebagai
akibat kiprah media massa dalam menggalang opini publik yang menyesatkan,
tetapi fungsinya yang penting dalam komunikasi dan sosialisasi politik tidak
dapat diragukan lagi. Media massa baik cetak ataupun elektronik telah secara
intensif memberitakan berbagai persoalan masyarakat, mulai dari korupsi,
kemiskinan,
penyebaran penyakit flu
burung, busung lapar, dan meluasnya kemiskinan dan pengangguran telah menjadi input penting bagi sistem politik. Sementara
pada waktu bersamaan, media massa telah menyampaikan informasi kepada
masyarakat mengenai berbagai tindakan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Beberapa tindakan dan kebijakan pemerintah yang disampaikan oleh
media massa tersebut memeancing diskusi publik selama berhari – hari hingga
berbulan – bulan.
Kalangan LSM atau sering juga
disebut sebagai NGO atau CSO juga telah menjadi salah satu kekuatan yang
diperhitungkan pada era reformasi. Pada masa Orde Baru, LSM telah menjadi salah
satu kekuatan sosial yang penting dalam melakukan kritik terhadap pemerintah ketika
kekuatan – kekuatan lain dalam masyarakatdiam sebagai akibat represi
pemerintahan Orde Baru secara brutal. Dalam artikel yang diberi judul,
“Indonesia Flexible NGO vs Inconsistent State Control”, Yumiko Sakai
mengemukakan bahwa pada era tahun 1970 – an NGO mulai melakukan kegiatan dengan
sungguh – sungguh, dan ini karena setidaknya empat alasan, pertama,
meningkatnya kemiskinan di daerah urban dan daerah pedesaan, kedua, perubahan
lingkungan politik domestik pada era tahun 1970 – an, ketiga, keberadaan kelompok
– kelompok strategis masyarakat sebagai pemimpin, keempat, aliran dan bantuan
finansial dari komunitas – komunitas internasional. Saat ini tidak kurang dari
12.000 NGO yang tercatat di seluruh Indonesia.
Pada era reformasi, LSM ini
semakin mengakar dalam masyarakat dengan perhatian yang beragam. Beberapa di
antaranya menaruh perhatian di bidang demokrasi, globalisasi, good governance, pemberdayaan
konsumen, media, pertanian, isu – isu lingkungan hidup, korupsi, pemberdayaan
perempuan, penyelamatan hewan, penegakan hukum dan lain sebagainya. Mereka
terlibat aktif memengaruhi kebijakan publik berkenaan dengan bidang – bidang
yang mereka tekuni. Mereka terlibat dalam lobi – lobi politik di DPR dan
pemerintah agar kepentigan mereka dilindungi dan tujuan – tujuan mereka
tercapai melalui sistem politik.
Kekuatan politik LSM ini menjadi
signifikan tatakala mereka mempunya jaringan – jaringan internasional. Biasanya
mereka dibiayai oleh lembaga – lembaga donor internasional, dan tidak sedikit
diantaranya mempu menggalang opini publik tidak saja di tingkat lokal, tetapi
juga nasional dan inernasional. LSM – LSM yang menaruh perhatian dalam
pemberdayaan perempuan dan anti kekerasan domestik, misalnya secara aktif
melakukan lobi terhadap struktur – struktur politik formal ketika kebijakan
pemerintah dianggap mengancam kelompok – kelompok yang mereka perjuangkan.
Meskipun tidak semua LSM mempunyai perilaku dan tabiat yang baik sebagaimana
dikeluhkan oleh beberapa pihak, tetapi eksistensi mereka sangat penting dalam
konteks artikulasi kepentingan sebagai bagian masyarakat sipil yang otonom.
Diharapkan, kemunculan kelompok – kelompok LSM ini mendorong partisipasi rakyat
dalam skala yang lebih luas dalam proses pembuatan, implementasi, dan evaluasi
kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Asosiasi – asosiasi profesi juga
mempunyai peran tidak kalah pentingnya dalam proses artikulasi kepentingan.
Pada masa Orde Baru, lembaga asosiasi profesi semacam ini telah menjadi alat
korporatisme negara yang relatif efektif dalam mengontrol masyarakat, terutama
anggota – anggota profesi. Untuk itu, bagi asosiasi profesi tidak diizinkan
mempunyai asosiasi di luar yang direstui oleh pemerintah. Sebagai akibatnya,
asosiasi – asosiasi profesi semacam ini bukannya memperjuangkan kepentingan
profesi dan anggota – anggotanya, tetapi malahan ditujukan untuk membungkam
aspirasi yang barangkali berkembang dalam asosiasi.
Kondisi di atas telah banyak mengalami
perubahan sejak reformasi dicanangkan tahun 1998. Para professional didizinka
untuk mendirikan organisasi profesi sesuai dengan yang mereka inginkan, dan
setiap profesi tidak harus hanya terdiri dari satu asosiasi profesi. Oleh
karena itu, pada era sekarang ini, kita dapat, misalnya, menemukan lebih dari
satu organisasi wartawan di seluruh Indonesia. Padahal, pada masa Orde Baru,
hanya PWI yang direstui oleh pemerintah dan dengan demikian menjadi satu –
satunya asosiasi yang syah bagi para wartawan.
Proses demokratisasi telah membuat
organisasi – organisasi ini berani menyuarakan hak – haknya. PGRI sebagai salah
satu organisasi guru yang berdiri sejak pemerintahan Orde Baru telah
menyuarakan hak – hak guru. Bahkan, mereka berani melakukan boikot dalam bentuk
“mogok mengajar” ketika kebijakan pemerintah dirasa merugikan kepentingan –
kepentingan mereka. Organisasi – organisasi lain, semacam organisasi petani
juga melakukan hal yang kurang lebih sama. Bahkan, asosiasi kepala desa saluruh
Indonesia berani mendatangi pemerintah pusat untuk memperjuangkan hak-haknya.
Keseluruhan fenomena ini mengindikasikan bahwa lembaga – lembaga politik
informal telah mempunyai peran penting dalam sistem politik demokrasi. Mereka
terlibat dalam proses artikulasi dan agregasi kepentingan yang menjadi input penting sistem politik. Namun
sayangnya, rendahnya responbilitas sistem politik membuat artikulasi dan
agregasi kepnetingan ini berujung pada anarkisme massa.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pada dasarnya sistem politik tidak akan
berhasil tanpa adanya rakyat yang ikutserta di dalamnya. Maka, dalam suatu
sistem politik harus mengikusertakan rakyat untuk mendukung keberhasilan sistem
politik tersebut. Selain masyarakatnya, sistem politikpun harus bias
bekerjasama dengan Negara lain karena antar Negara memerlukan kerjasama yang menguntungkan.
Tidak hanya dengan mengikutsertakan mereka, tetapimereka harus berpedoman pada
dasar Negara untuk menghargai perbedaan diantarNegara misalnya, perbedaan ras,
suku, dan agama. Jika semua itu telah tercapai, makasistem politik suatu Negara
akan berhasil
3.2 SARAN
Walopun Indonesia sudah termasuk
negara yang sudah deomokrasi,dengan terbukti pemilihan langsung nya
mulai dari pemilihan PRESIDEN beserta wakilnya hingga DPR maupun GUBERNUR
dipilih langsung oleh rakyat , namu masih saja pemilihan umum tersebut
mengandung kecurangan seperti money politik yang di lakukan oleh calon kandidat
yang bersangkutan,di harapkan pemilihan umum sebagagai ajang bentuk demokrasi
bangsa Indonesia yang jujur dan adil,sehingga bila sudah menduduki sebuah
jabatan diinstansi pemerintah tidak ada unsur ingin balik modal yang akan
menciptakan praktik KKN.
SUMBER :
- http://id.shvoong.com/law-and-politics/enviromental-law/2193147-pengertian-budaya-politik/#ixzz1sNe9fU00
- http://sospol.pendidikanriau.com/2009/10/definisi-ilmu-politik-sebelum.html
- http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_politik
- http://id.wikipedia.org/wiki/Politik
- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/perkembangan-politik-indonesia/
- http://www.slideshare.net/azizazea2/tugas-makalah-sistem-politik
Refrensi Buku :
Oleh: Daniel S Lev
Penerbit: LP3ES
Halaman: 549
Tidak ada komentar:
Posting Komentar