Nama: Muhamad Nur Iskandar Kelas:3EA27 NPM:18211086 Dosen:Tomy Adi Sumiarso,SE
Senin, 18 November 2013
Rabu, 30 Oktober 2013
Rabu, 16 Oktober 2013
Senin, 27 Mei 2013
Minggu, 05 Mei 2013
Jumat, 03 Mei 2013
Kamis, 02 Mei 2013
Perkembangan Politik indonesia
Perkembangan
Politik Di Indonesia
Npm : 182 11 086
Kelas : 2 EA 27
Mata Kuliah : Kewarganegaraan (soffskill)
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karuniaNya,
penulis dapat menyelesaikan makalah kewarganegaraan ini. Penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermaanfaat untuk para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
pelu ditingkatkan lagi mutunya. Oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis
harapkan.
Jakarta, Mei
2013
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
BAB
I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang …........................................ 1-3
1.2.
Pengertian & Pemahaman Tentang Politik
........ 4-5
BAB II
: ISI DAN PEMBAHASAN
2.1.
Perkembangan Politik Indonesia .................. 6-8
2.2.
Lembaga Politik Indonesia
............................ 9
2.3. Pengertian Partai Politik ............................... 10
2.3.1 Fungsi Politik
....................................... 11-12
2.4.
Struktur-Struktur Politik Informal ................ 13-15
BAB III : PENUTUP
3.1.
kesimpulan
............................................... 16
3.2. Saran
........................................................ 17
BAB I
PENDAHULUAN
PERKEMBANGAN POLITIK
1.1 LATAR BELAKANG
Situasi politik di Indonesia saat ini
mengalami gelombang naik turun. Tingkat partisipasi masyarakat yang semakin
diberikan tempat dan kesempatan untuk mengeluarkan pendapat menimbulkan kritik
masyarakat terhadap kebijakan yang dibuat pengusaha. Kritik yang ditujukan pada
individu, kelompok, lembaga, maupun instansi pemerintah dilakukan dengan
berbagai cara, bentuk, dan penggunaan media.Persoalan politik Indonesia
sekarang menjadi suatu wacana terbuka yang dapat diikritisi oleh masyarakat
kalangan apapun.
Untuk menyambung informasi antara
pemerintah dengan masyarakat, media menawarkan beragam pilihan cara memperoleh
informasi, mulai dari penyiaran media elektronik seperti televisi dan radio,
media cetak seperti surat kabar, majalah, dan buletin, hingga media online yang
sekarang mulai berkembang.Dari banyaknya pilihan media massa, penulis lebih
memfokuskan penulisan serta analisis terhadap media cetak. Dalam memperoleh
informasi pada media cetak kita hanya perlu menggunakan kemampuan visual yang
kita miliki. Isi ataupun rubrik yang dimiliki media cetak juga sangat beragam
mulai dari opini.
Politik adalah proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara
lain berwujud proses pembutan keputusan, khususnya dalam
negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai
definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu
politik
Politik berasal dari bahasa
Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang
masing-masing bersumber dari bahasa Yunani ฯฮฑ ฯฮฟฮปฮนฯฮนฮบฮฌ (politika - yang
berhubungan dengan negara) dengan akar katanya (polites -
warga negara) dan (polis-negara kota).
Secara etimologi kata
“politik” masih berhubungan dengan polis,kebijakan. Kata “politis” berarti
hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata “politisi” berarti orang-orang
yang menekuni hal politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan
secara konstisunal maupun nonkonstistuonal. Di samping itu politik juga dapat
ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
- politik adalah usaha yang ditempuh
warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
- politik adalah hal yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
- politik merupakan kegiatan yang
diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
- politik adalah segala sesuatu tentang
proses perumusan dan pelaksanan kebijakan public
Perilaku politik atau (Inggris:Politic
Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna
memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik.Seorang individu/kelompok
diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan
perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:
- Melakukan pemilihan untuk memilih
wakil rakyat / pemimpin
- Mengikuti dan berhak
menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol ,
mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya
masyarakat
- Ikut
serta dalam pesta politik
- Ikut mengkritik atau menurunkan para
pelaku politik yang berotoritas
- Berhak
untuk menjadi pimpinan politik
- Berkewajiban untuk melakukan hak dan
kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang
telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum
yang berlaku
Dalam perspektif
sistem, sistem politik adalah subsistem dari system sosial.
Perspektif atau pendekatan system melihat keseluruhan interaksi yang ada
dalam suatu sistem yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya
dan memiliki hubungan yang relatif tetap di antara elemen-elemen pembentuknya.
Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut.
misalnya dengan menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada
struktur hubungan antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk sistem
politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai pusat kekuatan politik
misalnya merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai politik dan
kelompok-kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem politik.
Dengan mengubah sudut pandang maka sistem politik bisa dilihat sebagai
kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan perilaku politik.
Model sistem politik yang paling sederhana
akan menguraikan masukan (input) ke dalam sistem politik, yang mengubah
melalui proses politik menjadi keluaran (output).
Dalam model ini masukan biasanya
dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik
lewat berbagai keputusan dan pelayanan publik yang diberian oleh pemerintahan
untuk bisa menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka
efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan
bagi rakyat.
Namun dengan mengingat Machiavelli maka
tidak jarang efektifitas sistem politik diukur dari kemampuannya untuk
mempertahankan diri dari tekanan untuk berubah. Pandangan ini tidak membedakan
antara sistem politik yang demokratis dan sistem politik yang
otoriter.
1.2 Pengertian Dan Pemahaman Tentang Politik
Ilmu politik adalah salah satu
ilmu tertua dari berbagai cabang ilmu yang ada. Sejak orang mulai hidup
bersama, masalah tentang pengaturan dan pengawasan dimulai. Sejak itu para
pemikir politik mulai membahas masalah-masalah yang menyangkut batasan
penerapan kekuasaan, hubungan antara yang memerintah serta yang diperintah,
serta sistem apa yang paling baik menjamin adanya pemenuhan kebutuhan tentang
pengaturan dan pengawasan.
Ilmu politik diawali dengan baik pada
masa Yunani Kuno, membuat peningkatan pada masa Romawi, tidak terlalu
berkembang di Zaman Pertengahan, sedikit berkembang pada Zaman Renaissance dan
Penerangan, membuat beberapa perkembangan substansial pada abad 19, dan
kemudian berkembang sangat pesat pada abad 20 karena ilmu politik mendapatkan
karakteristik tersendiri.
Ilmu politik sebagai pemikiran
mengenai Negara sudah dimulai pada tahun 450 S.M. seperti dalam karya
Herodotus, Plato, Aristoteles, dan lainnya. Di beberapa pusat kebudayaan Asia
seperti India dan Cina, telah terkumpul beberapa karya tulis bermutu.
Tulisan-tulisan dari India terkumpul dalam kesusasteraan Dharmasatra dan
Arthasastra, berasal kira-kira dari tahun 500 S.M. Di antara filsuf Cina
terkenal, ada Konfusius, Mencius, dan Shan Yang(±350 S.M.)
. Di Indonesia sendiri ada
beberapa karya tulis tentang kenegaraan, misalnya Negarakertagama sekitar abad
13 dan Babad Tanah Jawi. Kesusasteraan di Negara-negara Asia mulai mengalami
kemunduran karena terdesak oleh pemikiran Barat yang dibawa oleh Negara-negara
penjajah dari Barat.
Di Negara-negara benua Eropa sendiri bahasan mengenai politik pada abad ke-18
dan ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena itu ilmu politik hanya
berfokus pada negara. Selain ilmu hukum, pengaruh ilmu sejarah dan filsafat
pada ilmu politik masih terasa sampai perang Dunia II. Di Amerika Serikat
terjadi perkembangan berbeda, karena ada keinginan untuk membebaskan diri dari
tekanan yuridis, dan lebih mendasarkan diri pada pengumpulan data empiris.
Perkembangan selanjutnya bersamaan dengan perkembangan sosiologi dan psikologi,
sehingga dua cabang ilmu tersebut sangat mempengaruhi ilmu politik.
Perkembangan selanjutnya berjalan dengan cepat, dapat dilihat dengan
didirikannya American Political Science Association pada 1904.
Perkembangan ilmu politik setelah Perang Dunia II berkembang lebih pesat,
misalnya di Amsterdam, Belanda
didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, walaupun penelitian tentang
negara di Belanda masih didominasi oleh Fakultas Hukum. Di Indonesia sendiri
didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, seperti di Universitas Riau.
Perkembangan awal ilmu politik di Indonesia
sangat dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena pendidikan tinggi ilmu hukum sangat
maju pada saat itu.Sekarang, konsep-konsep ilmu politik yang baru sudah mulai
diterima oleh masyarakat. Di negara-negara Eropa Timur, pendekatan tradisional dari segi sejarah,
filsafat, dan hukum masih berlaku hingga saat ini. Sesudah keruntuhan
komunisme, ilmu politik berkembang pesat, bisa dilihat dengan ditambahnya
pendekatan-pendekatan yang tengah berkembang di negara-negara barat pada
pendekatan tradisional. Perkembangan ilmu politik juga disebabkan oleh dorongan
kuat beberapa badan internasional, seperti UNESCO. Karena adanya perbedaan
dalam metodologi dan terminologi dalam ilmu politik.
UNESCO pada
tahun1948 melakukan survei mengenai ilmu politik di kira-kira 30 negara. Kemudian, proyek ini dibahas beberapa ahli di Prancis, dan
menghasilkan buku Contemporary Political Science pada tahun 1948. Selanjutnya
UNESCO bersama International Political Science Association (IPSA) yang mencakup
kira-kira ssepuluh negara, diantaranya negara Barat, di samping India, Meksiko,
dan Polandia. Pada tahun 1952 hasil penelitian ini dibahas di suatu konferensi
di Cambridge, Inggris dan hasilnya disusun oleh W. A. Robson dari London School
of Economics and Political Science dalam buku The University Teaching of
Political Science. Buku ini diterbitkan oleh UNESCO untuk pengajaran beberapa ilmu sosial(termasuk
ekonomi, antropologi budaya, dan kriminologi) di perguruan tinggi. Kedua karya
ini ditujukan untuk membina perkembangan ilmu politik dan mempertemukan
pandangan yang berbeda-beda.
Pada masa-masa berikutnya ilmu-ilmu
sosial banyak memanfaatkan penemuan-penemuan dari antropologi, sosiologi,
psikologi, dan ekonomi, dan dengan demikian ilmu politik dapat meningkatkan
mutunya dengan banyak mengambil model dari cabang ilmu sosial lainnya. Berkat
hal ini, wajah ilmu politik telah banyak berubah dan ilmu politik menjadi ilmu
yang penting dipelajari untuk mengerti tentang politik.
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
2.1. Perkembagan Politik Indonesia
Tak dapat dipungkiri, setiap
negara di dunia mempunyai periode kepemimpinan politik yang beragam.
Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 menjadi modal awal
terbentuknya sistem politik. Kemudian membentuk pemerintahan yang sah dan
menjalankan roda kepemimpinan dalam sebuah sistem kenegaraan. Hal ini ditandai
dengan berbagai istilah di masa-masa kepemimpinan yang berbeda. Pada awal
kemerdekaan, situasi politik Indonesia masih mencari bentuknya, ditandai dengan
berbagai perubahan yang dibuat. Pembentukan sifat politik ini menghadirkan era
kepemimpinan politik yang khas.
Perkembangan Politik Era Presiden Soekarno
Sebagai pemimpin besar
revolusi, Soekarno dipandang sebagai Presiden Republik Indonesia yang punya
kharisma politik tersendiri. Lugas, tegas, menggebu-gebu, semangat, dan
cenderung anti-barat merupakan gambaran yang bisa kita saksikan pada setiap
pidato politiknya.Masa awal kepemimpinannya, ditandai dengan terbentuknya
sistem pemerintahan parlementer. Sistem ini menciptakan sebuah pemerintahan
yang memberi kekuasaan dominan kepada lembaga legislatif. Terbentuknya berbagai
partai politik yang bebas menyuarakan aspirasi merupakan tanda kehidupan
politik terakomodir.
Perkembangan politik di era
kepemimpinan Soekarno, telah memberikan ruang luas bagi partai politik untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan politiknya. Ini terbukti dengan terbentuknya
sistem kepartaian (multipartai). Masyarakat pun memiliki pilihan yang banyak
untuk menempatkan keterwakilan politiknya di parlemen. Pemilu sebagai ciri dari
negara demokrastis, di era Soekarno diselenggarakan dengan baik. Kebebasan pers
menduduki posisi tertinggi, sebagai media informasi yang dijamin kebebasannya.
Namun hal tersebut tidak berlangsung lama. Era kepemimpinan kemudian ditandai
dengan melemahnya sistem kepartaian yang bebas. Lalu terjadi gerakan
perkembangan yang lambat terhadap perkembangan politik Indonesia saat
itu.
Perkembangan Politik Era
Presiden Soeharto
Perkembangan politik
Indonesia era kepemimpinan Presiden Soeharto di mulai ketika ia "mengambil
alih" kekuasaan dari Presiden Soekarno. Pemerintahan politik dijalani
berdasarkan asas Pancasila, yang juga mengatur seluruh kehidupan berbangsa dan
bernegara. Awalnya, realisasi pengamalan Pancasila mampu diterima masyarakat
sebagi "kiblat"pemerintahan politik yang dijalankan Soeharto. Namun,
berubah sebagai alat pemaksaan kehendak, yang mengubah sistem pemerintahan
menjadi otoriter. Presiden menjadi komandan pemerintahan yang tidak boleh
tersentuh oleh apapun dan siapapun. Kehidupan politik yang diharapkan mengalami
perkembangan setelah runtuhnya rezim Soekarno ternyata hanya jadi retorika
semata.
Posisi politik lembaga legislatif yang seharusnya menjadi
penyeimbang kekuasaan, malah menjadi tameng dari pemerintah yang dibangun
secara over sentralistik. Rotasi kekuasaan politik tak pernah terjadi hingga 32 tahun lamanya. Pemilu
hanya dijadikan rutinitas lima tahunan yang pemenangnya sudah bisa ditebak.
Partai Golkar menjadi kendaraan politik yang ampuh digunakan oleh Soeharto
untuk mengamankan setiap keputusan politik pemerintahannya di DPR. Bahkan,
Presiden Soeharto berubah sangat arogan, dengan menggunakan kekuatan militer
pada setiap situasi keamanan yang bisa saja mendorong masyarakat untuk bergerak
melawan rezimnya yang korup.
Perkembangan Politik Era Reformasi
Tidak ada yang dapat
memberikan penilaian dengan pasti apakah cita-cita reformasi sudah terwujud
atau belum. Runtuhnya kekuasaan Soeharto padahal telah memberikan secercah
harapan bagi terciptanya iklim demokrasi yang jauh lebih baik. Namun, harapan
itu kenyataan hanya menjadi mimpi tanpa realisasi nyata. Masih adanya perbedaan
dalam pandangan ketegasan terhadap sistem pemerintahan, merupakan salah satu
indikator yang bisa kita lihat. Di sini terlihat ada persaingan politik yang
terjadi, antara pemerintah dan legislatif sebagai pembuat produk
undang-undang.
Kekuasaan presiden tidak
mutlak dijalankan secara penuh, tapi terpengaruh pada parlemen. Hal ini
akhirnya menciptakan situasi politik yang tidak sehat, karena presiden terpaku
oleh kepentingan lain. Kepentingan itu bisa jadi tidak berpengaruh pada
perbaikan kondisi bangsa secara keseluruhan. Dari uraian tadi, jelas terlihat
bahwa sistem demokrasi dalam perkembangan politik Indonesia yang dibangun pasca
Orde Baru masih mencari bentuk yang ideal. Satu prestasi yang patut kita
cermati adalah keinginan yang kuat untuk merealisasikan sistem pemilihan kepala
daerah langsung. Kebebasan berserikat dan berpendapat yang ada dalam
undang-undang dasar direalisasikan dengan sistem multipartai.
Demokrasi Parlementer
(1950-1959)
Parlemen memainkan peranan
yang dominan.Akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi sangat tinggi.Partai
baru hidup bebas dengan sistem multipartai Pemilu 1955 dilaksanakan
sangat demokratis Hak-hak dasar masyarakat sangat dikurangi Partai
besar mempunyai surat kabar
Demokrasi Terpimpin
(1959-1966)
Mengaburnya sistem kepartaian terbentuknya
DPR-GR, peranan legislatif lemah Penghormatan hak dasar melemah, presiden
menyingkirkan lawan-lawan politik Kebebasan pers meredup, beberapa media yang
dibredel
Sentralisasi kekuasaan dominan dalam
hubungan pusat daerah
Era Presiden Soeharto
Demokrasi Pancasila (1966-1998)
Kekuasaan kepresidenan pusat dari
seluruh proses politik
Rotasi kekuasaaan politik hampir tidak
pernah terjadi
Rekruitmen politik tertutup
Pemilu dilakukan lima tahun sekali
Partai politik dibatasi
Hak-hak dasar manusia dibatasi.
Era Pasca Soeharto
Demokrasi Era Transisi (1998-sekarang)
Kepala negara dan kepala daerah
dipilih lagsung
Sistem presidensial dengan multipartai
Kebebasan pers, kebebasan
berorganisasi, dan kebebasan berpendapat
Lembaga perwakilan terdiri dari DPR
dan DPD
Lembaga pengadilan diawasi komisi
yudisial
Munculnya komisi-komisi negara.
2.2.Lembaga politik
Secara awam berarti suatu organisasi
tetapi lembaga bisa juga merupakan suatu kebiasaan atau perilaku yang terpola.
Perkawinan adalah lembaga sosial, baik yang diakui oleh negara lewat KUA atau
Catatan Sipil di Indonesia maupun yang diakui oleh masyarakat saja tanpa
pengakuan negara. Dalam konteks ini suatu organisasi juga adalah suatu perilaku
yang terpola dengan memberikan jabatan pada orang-orang tertentu untuk
menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan bersama, organisasi bisa
formal maupun informal. Lembaga politik adalah perilaku politik yang terpola
dalam bidang politik.
Pemilihan pejabat, yakni proses
penentuan siapa yang akan menduduki jabatan tertentu dan kemudian menjalankan
fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin dalam suatu bidang/masyarakat
tertentu) adalah lembaga demokrasi. Bukan lembaga pemilihan umumnya (atau
sekarang KPU-nya) melainkan seluruh perilaku yang terpola dalam kita mencari
dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin ataupun wakil kita untuk duduk
di parlemen.
Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses
transisi menuju demokrasi seperti indonesia saat ini adalah
pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan perilaku pengambilan
keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan sesuai dengan
norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah merobah lembaga
feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, bahwa ada kedudukan pasti
bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi sebagai bangsawan politik
dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi lembaga yang terbuka dan
mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan.
Untuk melembagakan demokrasi
diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat struktural yang akan
terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa menjadi pandangan
hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya
baru bisa dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu
oleh negara untuk bisa teraktualisasikan, saat tiap individu berhubungan dengan
individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku..
2.3 Pengertian
Partai Politik
Partai berasal dari bahasa Latin yaitu partire yang
bermakna membagi.Partai merupakan peralihan jangka panjang dari istilah faksi,
dimana faksi di Eropa pada masa lalu sekitar abad XVIII memiliki konotasi
negatif dan sangat dikenal sebagai organisasi penghasut yang ada dalam setiap
bentuk organisasi politik.
Faksi berasal dari bahasa Latin, yakni facere yang
artinya bertindak atau berbuat, dalam pengertian politik faksi adalah kelompok
yang melakukan tindakan-tindakan merusak, kejam dan bengis. Pembicaraan tentang
faksi biasanya mengarah pada pembicaraan kelompok di mana kepentingan bersama
harus tunduk pada kepentingan perorangan (Cipto :1998:1)
Mariam Budiarjo dalam bukunya
dasar-dasar Ilmu Politik mengutip berbagai difinisi partai politik dari
berbagai sarjana. Ia sendiri merumuskan partai politik sebagai suatu kelompok
yang teroganisir yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita yang
sama Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik (biasanya) secara konstitusionil –untuk melaksankan
kebijaksanan-kebijaksanaan mereka. Menurut Sigmund Neumann menyatakan Partai
Politik sebagai organisasi artikualitif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik
yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada
pengendalian kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan
rakyat dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang
berbeda-beda. tersebut memperjuangkan kepentingan anggotanya baik kepenting
yang bersipat idiil maupun materiil
Pengertian Partai
politik secara normatif di muat dalam berbagai peraturuan keparataian yang ada
dan pernah ada. Dalam Undang-undang kepartaian yang baru yakni Undang-undang
Nomor 2 tahun 1999, Partai politik dirumuskan sebagai berikut : “….Partai
politik adalah setiap organisasi yang dibentuk oleh warganegara Republik
Indonesia secara suka rela atas dasar persamaan kehendak untuk memperjuangkan
baik kepentingan anggotanya maupun bangsa dan negara melalui pemilihan umum”.
Dalam lietratur politik, kita
juga mengenal yang namanya kelompok kepentingan atau intrest group dan kelompok
penekan atau pressure group. Kedua kelompok ini meski memperjuangkan
kepentingan kelompoknya tetapi mereka tidak dapat kata sebagai partai politik.
Kelompok Kepentingan adalah merupakan suatu organisasi yang terdiri dari
kelompok individu yang mempunyai kepentingan-kepentingan, tujuan –tujuan,
keinginan-keinginan yang sama, dan mereka melakukan kerja sama untuk mempengaruhi
kebijaksanaan pemerintahan demi tercapainya kepentingan-kepentingan,
tujuan-tujuan dan keinginan-keinginan tadi. Perbedaan kedua antara partai
politik dengan kelompok kepentingan adalah bahwa
Partai Politik berusaha
untuk memperoleh kekuasaan yang pada giliranya akan dipergunakan untuk
mengendalikan/mengontrol jalannya roda
pemerintahan dalam usahanya merealisir atau mewujudkan program-program yang
telah ditetapkan. รจ Kelompok Kepentingan hanya berusaha untuk mempengaruhi
kebijaksanaan pemerintah dalam rangka agar dapat terpenuhi
kepentingan-kepentingan atau mencegah kebijaksanaan Pemerintahan yang mungkin
dapat merugikannya dan dalam waktu yang sama kelompok kepentingan tidak
berusaha untuk memperoleh jabatan publik.
2.3.1 Fungsi Partai Politik
ada beberapa macam fungsi dari
partai politik , yaitu :
Partai politik sebagai sarana
komunikasi politik.
- Dalam menjalankan fungsi ini, Partai
politik menghimpun berbagai masukan ,ide dari berbagai lapisan
masyarakat. Asfirasi ini kemudian digabungkan. Proses penggabungan ini
sering disebut sebagai “penggabungan kepentingan” (intres aggregation).
Setelah berbegai gagasan, ide , kepentingan tersebut digabungkan ,
selanjutnya berebagai kepentingan tersebut disusun dan rumuskan secarat
sistematik dan teratur, proses ini sering disebut dengan perumusan
kepentingan (articulation Intrest). Rumusan tersebut kemudian di jadikan
propram partai yang akan di perjuangkan dan disampaikan kepada pemerintah
untuk dijadikan suatu kebijakan umum.
Selain komunikasi yang demikian,
partai politik juga berperan sebagai wadah untuk menyebarluaskan kebijakan
pemerintah dan mendiskusikannya. Dengan demikian terjadi dialog baik dari bawah
keatas maupun dari atas kebawah. Peran yang demikian , menempatkan partai
politik sebagai perantara atau penghubung antara masyarakat dengan pemerintah
dalam suatu ide-ide atau gagasan gagasan.
2. Partai politik berfungsi sebagai
sarana sosialisasi politik. Dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan sebagai sebagai proses
dimana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap phenomena politik yang
umumnya berlaku dalam masyrakat dimana ia berada. Biasanya proses sosialisasi
berjalan secara berangsur-angsur dari masa kecil hingga ia dewasa. Disamping
itu sosialisasi politik juga mencakup proses melalui mana masyarakat
menyampaikan norma-norma dan nialai-nilai adri satu generasi ke generasi
berikutunya.
Dalam hubungan ini partai
politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi politik . Dalam usaha
menguasai pemerintahan melalui kemenangan pemilu, parati memerlukan dukungan
massa. Untuk itu partai menciptalan “imege” bahwa ia memperjuangkan kepentingan
umum. Disamping menenmkan solidaritas dengan partai , partai politik juga
mendidik anggotanya menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai
warganegara dan menempatkan kepentingan sendiri dibawah kepentingan nasional .
Di negara-negara baru, partai
politik juga berperan untuk memupuk identitas nasional dan itegritas nasional.
Proses sosialisasi politik diselenggarakan melalui ceramah-ceramah, penerangan,
kursus kader dan lainnya.
3. Partai Politik sebagai sarana recriutment politik
Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat
untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai . Dengan
demikian partai turut memperluas memperluas partisifasi politik . Caranya ialah
melalui kontak pribadi , persuasi dsn lain-lain. Juga di usahakan untuk menarik
golongan muda untuk didik menjadi kader partai yang dimasa mendatang
menggantikan pimpinan lama.
4. Partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Dalam
suasana demokratis , persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat adalah
maslah yang wajar , jika terjadi konflik , partai politik berusaha
mengatasinya. Fungsi partai politik secara normatif dirumusakan dalam
Undang-undang nomor 2 tahun 1999 sebagai berikut : ¨ Partai politik berfungsi :
¨ Melaksanakan pendidikan politik dengan menumbuhkan dan mengembangkan
kesadaran atas hak dan kewajiban politik rakyat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara; ¨ Menyerap,menyalurkan dan memperjuangkan kepentingan masyarakat
dalam pembuatan kebijaksanaan negara melalui mekanisme badan-badan
permusyawaratan / perwakilan rakyat; ¨ Mempersiapkan anggota masyarakat untuk
mengisi jabatan-jabatan politik sesuai dengan mekanisme demokrasi.
2.4. Struktur – Struktur Politik
Informal di Luar Partai Politik
Struktur – struktur politik
informal seperti media massa, kelompok – kelompok berbasis agama, LSM atau NGO,
dan asosiasi profesi telah menunjukkan eksistensinya dalam sistem politik
setelah selama kurang lebih 32 tahun ditekan oleh pemerintah. Bahkan, struktur
– struktur politik informal tersebut telah memainkan peran penting dalam
melakukan artikulasi kepentingan dan memberikan input yang berharga bagi sistem politik
ketika struktur politik formal mengalami kemandegan dan gagal memainkan fungsi
yang seharusnya mereka laksanakan. Dengan kata lain, ketika partai politik
gagal melaksanakan fungsinya dalam menggalang dan melembagakan partisipasi
politik, misalnya, kelompok – kelompok informal ini menggantikan peran partai
politik dengan memobilisasi dukungan dan terlibat aktif dalam memengaruhi
kebujakan – kebijakan publik. Dalam kaitan ini, terdapat banyak kebijakan
pemerintah yang akhirnya urung dilaksanakan sebagai akibat tekanan yang terus –
menerus dari struktur – struktur informal ini.
Media massa, misalnya, telah memainkan
peran dalam melakukan sosialisasi politik dan komunikasi politik. Kemampuannya
dalam menggalang opini publik telah membuatnya menjadi kekuatan demokrasi yang
penting dalam beberapa tahun belakangan.
Diberlakukanya UU No. 40 tahun
1999 telah membuatnya mampu berperan sebagai salah satu pilar demokrasi yang
penting. Meskipun di antara pengamat menaruh keprihatinan yang mendalam sebagai
akibat kiprah media massa dalam menggalang opini publik yang menyesatkan,
tetapi fungsinya yang penting dalam komunikasi dan sosialisasi politik tidak
dapat diragukan lagi. Media massa baik cetak ataupun elektronik telah secara
intensif memberitakan berbagai persoalan masyarakat, mulai dari korupsi,
kemiskinan,
penyebaran penyakit flu
burung, busung lapar, dan meluasnya kemiskinan dan pengangguran telah menjadi input penting bagi sistem politik. Sementara
pada waktu bersamaan, media massa telah menyampaikan informasi kepada
masyarakat mengenai berbagai tindakan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Beberapa tindakan dan kebijakan pemerintah yang disampaikan oleh
media massa tersebut memeancing diskusi publik selama berhari – hari hingga
berbulan – bulan.
Kalangan LSM atau sering juga
disebut sebagai NGO atau CSO juga telah menjadi salah satu kekuatan yang
diperhitungkan pada era reformasi. Pada masa Orde Baru, LSM telah menjadi salah
satu kekuatan sosial yang penting dalam melakukan kritik terhadap pemerintah ketika
kekuatan – kekuatan lain dalam masyarakatdiam sebagai akibat represi
pemerintahan Orde Baru secara brutal. Dalam artikel yang diberi judul,
“Indonesia Flexible NGO vs Inconsistent State Control”, Yumiko Sakai
mengemukakan bahwa pada era tahun 1970 – an NGO mulai melakukan kegiatan dengan
sungguh – sungguh, dan ini karena setidaknya empat alasan, pertama,
meningkatnya kemiskinan di daerah urban dan daerah pedesaan, kedua, perubahan
lingkungan politik domestik pada era tahun 1970 – an, ketiga, keberadaan kelompok
– kelompok strategis masyarakat sebagai pemimpin, keempat, aliran dan bantuan
finansial dari komunitas – komunitas internasional. Saat ini tidak kurang dari
12.000 NGO yang tercatat di seluruh Indonesia.
Pada era reformasi, LSM ini
semakin mengakar dalam masyarakat dengan perhatian yang beragam. Beberapa di
antaranya menaruh perhatian di bidang demokrasi, globalisasi, good governance, pemberdayaan
konsumen, media, pertanian, isu – isu lingkungan hidup, korupsi, pemberdayaan
perempuan, penyelamatan hewan, penegakan hukum dan lain sebagainya. Mereka
terlibat aktif memengaruhi kebijakan publik berkenaan dengan bidang – bidang
yang mereka tekuni. Mereka terlibat dalam lobi – lobi politik di DPR dan
pemerintah agar kepentigan mereka dilindungi dan tujuan – tujuan mereka
tercapai melalui sistem politik.
Kekuatan politik LSM ini menjadi
signifikan tatakala mereka mempunya jaringan – jaringan internasional. Biasanya
mereka dibiayai oleh lembaga – lembaga donor internasional, dan tidak sedikit
diantaranya mempu menggalang opini publik tidak saja di tingkat lokal, tetapi
juga nasional dan inernasional. LSM – LSM yang menaruh perhatian dalam
pemberdayaan perempuan dan anti kekerasan domestik, misalnya secara aktif
melakukan lobi terhadap struktur – struktur politik formal ketika kebijakan
pemerintah dianggap mengancam kelompok – kelompok yang mereka perjuangkan.
Meskipun tidak semua LSM mempunyai perilaku dan tabiat yang baik sebagaimana
dikeluhkan oleh beberapa pihak, tetapi eksistensi mereka sangat penting dalam
konteks artikulasi kepentingan sebagai bagian masyarakat sipil yang otonom.
Diharapkan, kemunculan kelompok – kelompok LSM ini mendorong partisipasi rakyat
dalam skala yang lebih luas dalam proses pembuatan, implementasi, dan evaluasi
kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Asosiasi – asosiasi profesi juga
mempunyai peran tidak kalah pentingnya dalam proses artikulasi kepentingan.
Pada masa Orde Baru, lembaga asosiasi profesi semacam ini telah menjadi alat
korporatisme negara yang relatif efektif dalam mengontrol masyarakat, terutama
anggota – anggota profesi. Untuk itu, bagi asosiasi profesi tidak diizinkan
mempunyai asosiasi di luar yang direstui oleh pemerintah. Sebagai akibatnya,
asosiasi – asosiasi profesi semacam ini bukannya memperjuangkan kepentingan
profesi dan anggota – anggotanya, tetapi malahan ditujukan untuk membungkam
aspirasi yang barangkali berkembang dalam asosiasi.
Kondisi di atas telah banyak mengalami
perubahan sejak reformasi dicanangkan tahun 1998. Para professional didizinka
untuk mendirikan organisasi profesi sesuai dengan yang mereka inginkan, dan
setiap profesi tidak harus hanya terdiri dari satu asosiasi profesi. Oleh
karena itu, pada era sekarang ini, kita dapat, misalnya, menemukan lebih dari
satu organisasi wartawan di seluruh Indonesia. Padahal, pada masa Orde Baru,
hanya PWI yang direstui oleh pemerintah dan dengan demikian menjadi satu –
satunya asosiasi yang syah bagi para wartawan.
Proses demokratisasi telah membuat
organisasi – organisasi ini berani menyuarakan hak – haknya. PGRI sebagai salah
satu organisasi guru yang berdiri sejak pemerintahan Orde Baru telah
menyuarakan hak – hak guru. Bahkan, mereka berani melakukan boikot dalam bentuk
“mogok mengajar” ketika kebijakan pemerintah dirasa merugikan kepentingan –
kepentingan mereka. Organisasi – organisasi lain, semacam organisasi petani
juga melakukan hal yang kurang lebih sama. Bahkan, asosiasi kepala desa saluruh
Indonesia berani mendatangi pemerintah pusat untuk memperjuangkan hak-haknya.
Keseluruhan fenomena ini mengindikasikan bahwa lembaga – lembaga politik
informal telah mempunyai peran penting dalam sistem politik demokrasi. Mereka
terlibat dalam proses artikulasi dan agregasi kepentingan yang menjadi input penting sistem politik. Namun
sayangnya, rendahnya responbilitas sistem politik membuat artikulasi dan
agregasi kepnetingan ini berujung pada anarkisme massa.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pada dasarnya sistem politik tidak akan
berhasil tanpa adanya rakyat yang ikutserta di dalamnya. Maka, dalam suatu
sistem politik harus mengikusertakan rakyat untuk mendukung keberhasilan sistem
politik tersebut. Selain masyarakatnya, sistem politikpun harus bias
bekerjasama dengan Negara lain karena antar Negara memerlukan kerjasama yang menguntungkan.
Tidak hanya dengan mengikutsertakan mereka, tetapimereka harus berpedoman pada
dasar Negara untuk menghargai perbedaan diantarNegara misalnya, perbedaan ras,
suku, dan agama. Jika semua itu telah tercapai, makasistem politik suatu Negara
akan berhasil
3.2 SARAN
Walopun Indonesia sudah termasuk
negara yang sudah deomokrasi,dengan terbukti pemilihan langsung nya
mulai dari pemilihan PRESIDEN beserta wakilnya hingga DPR maupun GUBERNUR
dipilih langsung oleh rakyat , namu masih saja pemilihan umum tersebut
mengandung kecurangan seperti money politik yang di lakukan oleh calon kandidat
yang bersangkutan,di harapkan pemilihan umum sebagagai ajang bentuk demokrasi
bangsa Indonesia yang jujur dan adil,sehingga bila sudah menduduki sebuah
jabatan diinstansi pemerintah tidak ada unsur ingin balik modal yang akan
menciptakan praktik KKN.
SUMBER :
- http://id.shvoong.com/law-and-politics/enviromental-law/2193147-pengertian-budaya-politik/#ixzz1sNe9fU00
- http://sospol.pendidikanriau.com/2009/10/definisi-ilmu-politik-sebelum.html
- http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_politik
- http://id.wikipedia.org/wiki/Politik
- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/perkembangan-politik-indonesia/
- http://www.slideshare.net/azizazea2/tugas-makalah-sistem-politik
Refrensi Buku :
Oleh: Daniel S Lev
Penerbit: LP3ES
Halaman: 549
Rabu, 27 Maret 2013
Poltik
BAB I
POLITIK
A.
Latar Belakang
Situasi
politik di Indonesia saat ini mengalami gelombang naik turun. Tingkat
partisipasi masyarakat yang semakin diberikan tempat dan kesempatan untuk
mengeluarkan pendapat menimbulkan kritik masyarakat terhadap kebijakan yang
dibuat pengusaha. Kritik yang ditujukan pada individu, kelompok, lembaga,
maupun instansi pemerintah dilakukan dengan berbagai cara, bentuk, dan
penggunaan media.Persoalan politik Indonesia sekarang menjadi suatu wacana
terbuka yang dapat diikritisi oleh masyarakat kalangan apapun.
Untuk
menyambung informasi antara pemerintah dengan masyarakat, media menawarkan
beragam pilihan cara memperoleh informasi, mulai dari penyiaran media
elektronik seperti televisi dan radio, media cetak seperti surat kabar,
majalah, dan buletin, hingga media online yang sekarang mulai berkembang.Dari
banyaknya pilihan media massa, penulis lebih memfokuskan penulisan serta
analisis terhadap media cetak. Dalam memperoleh informasi pada media cetak kita
hanya perlu menggunakan kemampuan visual yang kita miliki. Isi ataupun rubrik
yang dimiliki media cetak juga sangat beragam mulai dari opini.
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian
kekuasaan dalam masyarakat yang antara
lain berwujud proses pembutan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian
ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai
hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik
Politik
berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics,
yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani ฯฮฑ ฯฮฟฮปฮนฯฮนฮบฮฌ (politika -
yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya (polites -
warga negara) dan (polis-negara kota).
Secara
etimologi kata “politik” masih berhubungan dengan polis,kebijakan. Kata
“politis” berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata “politisi”
berarti orang-orang yang menekuni hal politik. Politik adalah seni dan ilmu
untuk meraih kekuasaan secara konstisunal maupun nonkonstistuonal. Di samping
itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
- politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
- politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
- politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
- politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanan kebijakan public
Perilaku
politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh
insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan
politik.Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak
dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan
perilaku politik contohnya adalah:
- Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
- Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol , mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat
- Ikut serta dalam pesta politik
- Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
- Berhak untuk menjadi pimpinan politik
- Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku
Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari system sosial.
Perspektif atau pendekatan system melihat keseluruhan interaksi yang ada
dalam suatu sistem yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya
dan memiliki hubungan yang relatif tetap di antara elemen-elemen pembentuknya.
Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut.
misalnya
dengan menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada struktur
hubungan antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk sistem politik.
Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai pusat kekuatan politik misalnya
merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompok-kelompok
penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem politik. Dengan mengubah sudut
pandang maka sistem politik bisa dilihat sebagai kebudayaan politik,
lembaga-lembaga politik, dan perilaku politik.
Model
sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan masukan (input) ke
dalam sistem politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi keluaran (output).
Dalam model ini masukan biasanya dikaitkan
dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat
berbagai keputusan dan pelayanan publik yang diberian oleh pemerintahan untuk
bisa menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka
efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan
bagi rakyat.
Namun
dengan mengingat Machiavelli maka tidak jarang efektifitas sistem
politik diukur dari kemampuannya untuk mempertahankan diri dari tekanan untuk
berubah. Pandangan ini tidak membedakan antara sistem politik yang demokratis dan
sistem politik yang otoriter.
B
Pengertian Dan Pemahaman Tentang Politik
Ilmu
politik adalah salah satu ilmu tertua dari berbagai cabang ilmu yang ada. Sejak
orang mulai hidup bersama, masalah tentang pengaturan dan pengawasan dimulai.
Sejak itu para pemikir politik mulai membahas masalah-masalah yang menyangkut
batasan penerapan kekuasaan, hubungan antara yang memerintah serta yang
diperintah, serta sistem apa yang paling baik menjamin adanya pemenuhan
kebutuhan tentang pengaturan dan pengawasan.
Ilmu
politik diawali dengan baik pada masa Yunani Kuno, membuat peningkatan pada
masa Romawi, tidak terlalu berkembang di Zaman Pertengahan, sedikit berkembang
pada Zaman Renaissance dan Penerangan, membuat beberapa perkembangan
substansial pada abad 19, dan kemudian berkembang sangat pesat pada abad 20
karena ilmu politik mendapatkan karakteristik tersendiri.
Ilmu
politik sebagai pemikiran mengenai Negara sudah dimulai pada tahun 450 S.M.
seperti dalam karya Herodotus, Plato, Aristoteles, dan lainnya. Di beberapa
pusat kebudayaan Asia seperti India dan Cina, telah terkumpul beberapa karya
tulis bermutu. Tulisan-tulisan dari India terkumpul dalam kesusasteraan
Dharmasatra dan Arthasastra, berasal kira-kira dari tahun 500 S.M. Di antara
filsuf Cina terkenal, ada Konfusius, Mencius, dan Shan Yang(±350 S.M.)
.
Di Indonesia sendiri ada beberapa karya tulis tentang kenegaraan, misalnya
Negarakertagama sekitar abad 13 dan Babad Tanah Jawi. Kesusasteraan di
Negara-negara Asia mulai mengalami kemunduran karena terdesak oleh pemikiran
Barat yang dibawa oleh Negara-negara penjajah dari Barat.
Di Negara-negara benua Eropa
sendiri bahasan mengenai politik pada abad ke-18 dan ke-19 banyak dipengaruhi
oleh ilmu hukum, karena itu ilmu politik hanya berfokus pada negara. Selain
ilmu hukum, pengaruh ilmu sejarah dan filsafat pada ilmu politik masih terasa
sampai perang Dunia II. Di Amerika Serikat terjadi perkembangan berbeda, karena
ada keinginan untuk membebaskan diri dari tekanan yuridis, dan lebih
mendasarkan diri pada pengumpulan data empiris. Perkembangan selanjutnya
bersamaan dengan perkembangan sosiologi dan psikologi, sehingga dua cabang ilmu
tersebut sangat mempengaruhi ilmu politik. Perkembangan selanjutnya berjalan
dengan cepat, dapat dilihat dengan didirikannya American Political Science
Association pada 1904.
Perkembangan ilmu politik setelah Perang Dunia II berkembang
lebih pesat,
misalnya di Amsterdam, Belanda didirikan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, walaupun penelitian tentang negara di
Belanda masih didominasi oleh Fakultas Hukum. Di Indonesia sendiri didirikan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, seperti di Universitas Riau.
Perkembangan
awal ilmu politik di Indonesia sangat dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena
pendidikan tinggi ilmu hukum sangat maju pada saat itu.Sekarang, konsep-konsep
ilmu politik yang baru sudah mulai diterima oleh masyarakat. Di negara-negara
Eropa Timur, pendekatan tradisional dari segi sejarah, filsafat, dan hukum
masih berlaku hingga saat ini. Sesudah keruntuhan komunisme, ilmu politik
berkembang pesat, bisa dilihat dengan ditambahnya pendekatan-pendekatan yang
tengah berkembang di negara-negara barat pada pendekatan tradisional.
Perkembangan ilmu politik juga disebabkan oleh dorongan kuat beberapa badan
internasional, seperti UNESCO. Karena adanya perbedaan dalam metodologi dan
terminologi dalam ilmu politik.
UNESCO pada
tahun1948 melakukan survei mengenai ilmu politik di kira-kira 30 negara.
Kemudian, proyek ini dibahas beberapa ahli di Prancis, dan menghasilkan buku
Contemporary Political Science pada tahun 1948. Selanjutnya UNESCO bersama
International Political Science Association (IPSA) yang mencakup kira-kira
ssepuluh negara, diantaranya negara Barat, di samping India, Meksiko, dan
Polandia. Pada tahun 1952 hasil penelitian ini dibahas di suatu konferensi di
Cambridge, Inggris dan hasilnya disusun oleh W. A. Robson dari London School of
Economics and Political Science dalam buku The University Teaching of Political
Science. Buku ini diterbitkan oleh UNESCO untuk pengajaran beberapa ilmu
sosial(termasuk ekonomi, antropologi budaya, dan kriminologi) di perguruan tinggi.
Kedua karya ini ditujukan untuk membina perkembangan ilmu politik dan
mempertemukan pandangan yang berbeda-beda.
Pada
masa-masa berikutnya ilmu-ilmu sosial banyak memanfaatkan penemuan-penemuan
dari antropologi, sosiologi, psikologi, dan ekonomi, dan dengan demikian ilmu
politik dapat meningkatkan mutunya dengan banyak mengambil model dari cabang
ilmu sosial lainnya. Berkat hal ini, wajah ilmu politik telah banyak berubah
dan ilmu politik menjadi ilmu yang penting dipelajari untuk mengerti tentang
politik.
C.Perkembagan Politik Indonesia
Tak dapat dipungkiri, setiap negara
di dunia mempunyai periode kepemimpinan politik yang beragam. Kemerdekaan
Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 menjadi modal awal terbentuknya sistem
politik. Kemudian membentuk pemerintahan yang sah dan menjalankan roda
kepemimpinan dalam sebuah sistem kenegaraan. Hal ini ditandai dengan berbagai
istilah di masa-masa kepemimpinan yang berbeda. Pada awal kemerdekaan, situasi
politik Indonesia masih mencari bentuknya, ditandai dengan berbagai perubahan
yang dibuat. Pembentukan sifat politik ini menghadirkan era kepemimpinan
politik yang khas.
Perkembangan Politik Era Presiden Soekarno
Sebagai pemimpin besar revolusi,
Soekarno dipandang sebagai Presiden Republik Indonesia yang punya kharisma
politik tersendiri. Lugas, tegas, menggebu-gebu, semangat, dan cenderung
anti-barat merupakan gambaran yang bisa kita saksikan pada setiap pidato
politiknya.Masa awal kepemimpinannya, ditandai dengan terbentuknya sistem
pemerintahan parlementer. Sistem ini menciptakan sebuah pemerintahan yang
memberi kekuasaan dominan kepada lembaga legislatif. Terbentuknya berbagai
partai politik yang bebas menyuarakan aspirasi merupakan tanda kehidupan
politik terakomodir.
Perkembangan politik di era kepemimpinan Soekarno, telah
memberikan ruang luas bagi partai politik untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
politiknya. Ini terbukti dengan terbentuknya sistem kepartaian (multipartai).
Masyarakat pun memiliki pilihan yang banyak untuk menempatkan keterwakilan politiknya
di parlemen. Pemilu sebagai ciri dari negara demokrastis, di era Soekarno
diselenggarakan dengan baik. Kebebasan pers menduduki posisi tertinggi, sebagai
media informasi yang dijamin kebebasannya. Namun hal tersebut tidak berlangsung
lama. Era kepemimpinan kemudian ditandai dengan melemahnya sistem kepartaian
yang bebas. Lalu terjadi gerakan perkembangan yang lambat terhadap perkembangan
politik Indonesia saat itu.
Perkembangan
Politik Era Presiden Soeharto
Perkembangan politik Indonesia era
kepemimpinan Presiden Soeharto di mulai ketika ia "mengambil alih"
kekuasaan dari Presiden Soekarno. Pemerintahan politik dijalani berdasarkan
asas Pancasila, yang juga mengatur seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara.
Awalnya, realisasi pengamalan Pancasila mampu diterima masyarakat sebagi
"kiblat"pemerintahan politik yang dijalankan Soeharto. Namun, berubah
sebagai alat pemaksaan kehendak, yang mengubah sistem pemerintahan menjadi
otoriter. Presiden menjadi komandan pemerintahan yang tidak boleh tersentuh oleh
apapun dan siapapun. Kehidupan politik yang diharapkan mengalami perkembangan
setelah runtuhnya rezim Soekarno ternyata hanya jadi retorika semata.
Posisi politik lembaga legislatif yang seharusnya menjadi
penyeimbang kekuasaan, malah menjadi tameng dari pemerintah yang dibangun
secara over sentralistik. Rotasi kekuasaan politik tak pernah terjadi hingga 32
tahun lamanya. Pemilu hanya dijadikan rutinitas lima tahunan yang pemenangnya
sudah bisa ditebak. Partai Golkar menjadi kendaraan politik yang ampuh
digunakan oleh Soeharto untuk mengamankan setiap keputusan politik
pemerintahannya di DPR. Bahkan, Presiden Soeharto berubah sangat arogan, dengan
menggunakan kekuatan militer pada setiap situasi keamanan yang bisa saja
mendorong masyarakat untuk bergerak melawan rezimnya yang korup.
Perkembangan Politik Era Reformasi
Tidak ada yang dapat memberikan
penilaian dengan pasti apakah cita-cita reformasi sudah terwujud atau belum.
Runtuhnya kekuasaan Soeharto padahal telah memberikan secercah harapan bagi terciptanya
iklim demokrasi yang jauh lebih baik. Namun, harapan itu kenyataan hanya
menjadi mimpi tanpa realisasi nyata. Masih adanya perbedaan dalam pandangan
ketegasan terhadap sistem pemerintahan, merupakan salah satu indikator yang
bisa kita lihat. Di sini terlihat ada persaingan politik yang terjadi, antara
pemerintah dan legislatif sebagai pembuat produk undang-undang.
Kekuasaan presiden tidak mutlak
dijalankan secara penuh, tapi terpengaruh pada parlemen. Hal ini akhirnya
menciptakan situasi politik yang tidak sehat, karena presiden terpaku oleh
kepentingan lain. Kepentingan itu bisa jadi tidak berpengaruh pada perbaikan
kondisi bangsa secara keseluruhan. Dari uraian tadi, jelas terlihat bahwa
sistem demokrasi dalam perkembangan politik Indonesia yang dibangun pasca Orde
Baru masih mencari bentuk yang ideal. Satu prestasi yang patut kita cermati
adalah keinginan yang kuat untuk merealisasikan sistem pemilihan kepala daerah
langsung. Kebebasan berserikat dan berpendapat yang ada dalam undang-undang dasar
direalisasikan dengan sistem multipartai.
Demokrasi
Parlementer (1950-1959)
Parlemen memainkan peranan yang dominan
Akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi sangat tinggi
Partai baru hidup bebas dengan sistem multipartai Pemilu 1955 dilaksanakan sangat demokratis Hak-hak dasar masyarakat sangat dikurangi Partai besar mempunyai surat kabar
Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Mengaburnya sistem kepartaian
Terbentuknya DPR-GR, peranan legislatif lemah
Penghormatan hak dasar melemah, presiden menyingkirkan lawan-lawan politik
Kebebasan pers meredup, beberapa media yang dibredel
Sentralisasi kekuasaan dominan dalam hubungan pusat daerah
Terbentuknya DPR-GR, peranan legislatif lemah
Penghormatan hak dasar melemah, presiden menyingkirkan lawan-lawan politik
Kebebasan pers meredup, beberapa media yang dibredel
Sentralisasi kekuasaan dominan dalam hubungan pusat daerah
Era Presiden Soeharto
Demokrasi Pancasila (1966-1998)
Kekuasaan kepresidenan pusat dari seluruh proses politik
Rotasi kekuasaaan politik hampir tidak pernah terjadi
Rekruitmen politik tertutup
Pemilu dilakukan lima tahun sekali
Partai politik dibatasi
Hak-hak dasar manusia dibatasi.
Kekuasaan kepresidenan pusat dari seluruh proses politik
Rotasi kekuasaaan politik hampir tidak pernah terjadi
Rekruitmen politik tertutup
Pemilu dilakukan lima tahun sekali
Partai politik dibatasi
Hak-hak dasar manusia dibatasi.
Era Pasca Soeharto
Demokrasi Era Transisi (1998-sekarang)
Kepala negara dan kepala daerah dipilih lagsung
Sistem presidensial dengan multipartai
Kebebasan pers, kebebasan berorganisasi, dan kebebasan berpendapat
Lembaga perwakilan terdiri dari DPR dan DPD
Lembaga pengadilan diawasi komisi yudisial
Munculnya komisi-komisi negara.
Kepala negara dan kepala daerah dipilih lagsung
Sistem presidensial dengan multipartai
Kebebasan pers, kebebasan berorganisasi, dan kebebasan berpendapat
Lembaga perwakilan terdiri dari DPR dan DPD
Lembaga pengadilan diawasi komisi yudisial
Munculnya komisi-komisi negara.
D.Lembaga
politik
Secara awam berarti suatu organisasi tetapi lembaga bisa juga
merupakan suatu kebiasaan atau perilaku yang terpola. Perkawinan adalah lembaga
sosial, baik yang diakui oleh negara lewat KUA atau Catatan Sipil di Indonesia
maupun yang diakui oleh masyarakat saja tanpa pengakuan negara. Dalam konteks
ini suatu organisasi juga adalah suatu perilaku yang terpola dengan memberikan
jabatan pada orang-orang tertentu untuk menjalankan fungsi tertentu demi
pencapaian tujuan bersama, organisasi bisa formal maupun informal. Lembaga
politik adalah perilaku politik yang terpola dalam bidang politik.
Pemilihan pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan
menduduki jabatan tertentu dan kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering
sebagai pemimpin dalam suatu bidang/masyarakat tertentu) adalah lembaga
demokrasi. Bukan lembaga pemilihan umumnya (atau sekarang KPU-nya) melainkan
seluruh perilaku yang terpola dalam kita mencari dan menentukan siapa yang akan
menjadi pemimpin ataupun wakil kita untuk duduk di parlemen.
Persoalan
utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi menuju demokrasi seperti
indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan
perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan
sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah merobah
lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, bahwa ada kedudukan
pasti bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi sebagai bangsawan
politik dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi lembaga yang terbuka dan
mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan.
Untuk
melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat
struktural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa
menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan
yang sesungguhnya baru bisa dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya
bahkan dibantu oleh negara untuk bisa teraktualisasikan, saat tiap individu
berhubungan dengan individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku..
E.Pengertian Partai Politik
Partai berasal dari bahasa Latin yaitu partire yang bermakna
membagi.Partai merupakan peralihan jangka panjang dari istilah faksi, dimana
faksi di Eropa pada masa lalu sekitar abad XVIII memiliki konotasi negatif dan
sangat dikenal sebagai organisasi penghasut yang ada dalam setiap bentuk
organisasi politik.
Faksi berasal dari
bahasa Latin, yakni facere yang artinya bertindak atau berbuat, dalam pengertian
politik faksi adalah kelompok yang melakukan tindakan-tindakan merusak, kejam
dan bengis. Pembicaraan tentang faksi biasanya mengarah pada pembicaraan
kelompok di mana kepentingan bersama harus tunduk pada kepentingan perorangan
(Cipto :1998:1)
Mariam Budiarjo dalam bukunya dasar-dasar Ilmu Politik
mengutip berbagai difinisi partai politik dari berbagai sarjana. Ia sendiri
merumuskan partai politik sebagai suatu kelompok yang teroganisir yang
anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita yang sama Tujuan kelompok
ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik
(biasanya) secara konstitusionil –untuk melaksankan kebijaksanan-kebijaksanaan
mereka. Menurut Sigmund Neumann menyatakan Partai Politik sebagai organisasi
artikualitif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam
masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada pengendalian
kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat
dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda.
tersebut memperjuangkan kepentingan anggotanya baik kepenting yang bersipat
idiil maupun materiil
Pengertian
Partai politik secara normatif di muat dalam berbagai peraturuan keparataian
yang ada dan pernah ada. Dalam Undang-undang kepartaian yang baru yakni
Undang-undang Nomor 2 tahun 1999, Partai politik dirumuskan sebagai berikut :
“….Partai politik adalah setiap organisasi yang dibentuk oleh warganegara
Republik Indonesia secara suka rela atas dasar persamaan kehendak untuk memperjuangkan
baik kepentingan anggotanya maupun bangsa dan negara melalui pemilihan umum”.
Dalam lietratur
politik, kita juga mengenal yang namanya kelompok kepentingan atau intrest
group dan kelompok penekan atau pressure group. Kedua kelompok ini meski memperjuangkan
kepentingan kelompoknya tetapi mereka tidak dapat kata sebagai partai politik.
Kelompok Kepentingan adalah merupakan suatu organisasi yang terdiri dari
kelompok individu yang mempunyai kepentingan-kepentingan, tujuan –tujuan,
keinginan-keinginan yang sama, dan mereka melakukan kerja sama untuk
mempengaruhi kebijaksanaan pemerintahan demi tercapainya
kepentingan-kepentingan, tujuan-tujuan dan keinginan-keinginan tadi. Perbedaan
kedua antara partai politik dengan kelompok kepentingan adalah bahwa
Partai Politik berusaha untuk memperoleh
kekuasaan yang pada giliranya akan dipergunakan untuk mengendalikan/mengontrol
jalannya roda
pemerintahan dalam usahanya merealisir atau mewujudkan program-program yang
telah ditetapkan. รจ Kelompok Kepentingan hanya berusaha untuk mempengaruhi
kebijaksanaan pemerintah dalam rangka agar dapat terpenuhi
kepentingan-kepentingan atau mencegah kebijaksanaan Pemerintahan yang mungkin
dapat merugikannya dan dalam waktu yang sama kelompok kepentingan tidak
berusaha untuk memperoleh jabatan publik.
Fungsi
Partai Politik
ada beberapa macam fungsi dari partai politik ,
yaitu :
Partai
politik sebagai sarana komunikasi politik.
1.Dalam menjalankan fungsi ini, Partai politik
menghimpun berbagai masukan ,ide dari berbagai lapisan masyarakat. Asfirasi ini
kemudian digabungkan. Proses penggabungan ini sering disebut sebagai
“penggabungan kepentingan” (intres aggregation). Setelah berbegai gagasan, ide
, kepentingan tersebut digabungkan , selanjutnya berebagai kepentingan tersebut
disusun dan rumuskan secarat sistematik dan teratur, proses ini sering disebut
dengan perumusan kepentingan (articulation Intrest). Rumusan tersebut kemudian
di jadikan propram partai yang akan di perjuangkan dan disampaikan kepada
pemerintah untuk dijadikan suatu kebijakan umum.
Selain komunikasi yang
demikian, partai politik juga berperan sebagai wadah untuk menyebarluaskan
kebijakan pemerintah dan mendiskusikannya. Dengan demikian terjadi dialog baik
dari bawah keatas maupun dari atas kebawah. Peran yang demikian , menempatkan
partai politik sebagai perantara atau penghubung antara masyarakat dengan
pemerintah dalam suatu ide-ide atau gagasan gagasan.
2. Partai politik
berfungsi sebagai sarana sosialisasi politik. Dalam ilmu politik sosialisasi
politik diartikan sebagai sebagai proses dimana seseorang memperoleh sikap dan
orientasi terhadap phenomena politik yang umumnya berlaku dalam masyrakat
dimana ia berada. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur
dari masa kecil hingga ia dewasa. Disamping itu sosialisasi politik juga
mencakup proses melalui mana masyarakat menyampaikan norma-norma dan
nialai-nilai adri satu generasi ke generasi berikutunya.
Dalam hubungan ini
partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi politik . Dalam
usaha menguasai pemerintahan melalui kemenangan pemilu, parati memerlukan
dukungan massa. Untuk itu partai menciptalan “imege” bahwa ia memperjuangkan
kepentingan umum. Disamping menenmkan solidaritas dengan partai , partai
politik juga mendidik anggotanya menjadi manusia yang sadar akan tanggung
jawabnya sebagai warganegara dan menempatkan kepentingan sendiri dibawah
kepentingan nasional .
Di negara-negara baru, partai politik juga
berperan untuk memupuk identitas nasional dan itegritas nasional. Proses
sosialisasi politik diselenggarakan melalui ceramah-ceramah, penerangan, kursus
kader dan lainnya.
3 Partai Politik
sebagai sarana recriutment politik Partai politik juga berfungsi untuk mencari
dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik
sebagai anggota partai . Dengan demikian partai turut memperluas memperluas
partisifasi politik . Caranya ialah melalui kontak pribadi , persuasi dsn
lain-lain. Juga di usahakan untuk menarik golongan muda untuk didik menjadi kader
partai yang dimasa mendatang menggantikan pimpinan lama.
4. Partai politik
sebagai sarana pengatur konflik. Dalam suasana demokratis , persaingan dan
perbedaan pendapat dalam masyarakat adalah maslah yang wajar , jika terjadi
konflik , partai politik berusaha mengatasinya. Fungsi partai politik secara
normatif dirumusakan dalam Undang-undang nomor 2 tahun 1999 sebagai berikut : ¨
Partai politik berfungsi : ¨ Melaksanakan pendidikan politik dengan menumbuhkan
dan mengembangkan kesadaran atas hak dan kewajiban politik rakyat dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara; ¨ Menyerap,menyalurkan dan memperjuangkan
kepentingan masyarakat dalam pembuatan kebijaksanaan negara melalui mekanisme
badan-badan permusyawaratan / perwakilan rakyat; ¨ Mempersiapkan anggota masyarakat
untuk mengisi jabatan-jabatan politik sesuai dengan mekanisme demokrasi.
F. Struktur – Struktur Politik
Informal di Luar Partai Politik
Struktur –
struktur politik informal seperti media massa, kelompok – kelompok berbasis
agama, LSM atau NGO, dan asosiasi profesi telah menunjukkan eksistensinya dalam
sistem politik setelah selama kurang lebih 32 tahun ditekan oleh pemerintah.
Bahkan, struktur – struktur politik informal tersebut telah memainkan peran
penting dalam melakukan artikulasi kepentingan dan memberikan input yang
berharga bagi sistem politik ketika struktur politik formal mengalami
kemandegan dan gagal memainkan fungsi yang seharusnya mereka laksanakan. Dengan
kata lain, ketika partai politik gagal melaksanakan fungsinya dalam menggalang
dan melembagakan partisipasi politik, misalnya, kelompok – kelompok informal
ini menggantikan peran partai politik dengan memobilisasi dukungan dan terlibat
aktif dalam memengaruhi kebujakan – kebijakan publik. Dalam kaitan ini,
terdapat banyak kebijakan pemerintah yang akhirnya urung dilaksanakan sebagai
akibat tekanan yang terus – menerus dari struktur – struktur informal ini.
Media massa, misalnya, telah
memainkan peran dalam melakukan sosialisasi politik dan komunikasi politik.
Kemampuannya dalam menggalang opini publik telah membuatnya menjadi kekuatan
demokrasi yang penting dalam beberapa tahun belakangan.
Diberlakukanya
UU No. 40 tahun 1999 telah membuatnya mampu berperan sebagai salah satu pilar
demokrasi yang penting. Meskipun di antara pengamat menaruh keprihatinan yang
mendalam sebagai akibat kiprah media massa dalam menggalang opini publik yang
menyesatkan, tetapi fungsinya yang penting dalam komunikasi dan sosialisasi
politik tidak dapat diragukan lagi. Media massa baik cetak ataupun elektronik
telah secara intensif memberitakan berbagai persoalan masyarakat, mulai dari
korupsi, kemiskinan,
penyebaran
penyakit flu burung, busung lapar, dan meluasnya kemiskinan dan pengangguran
telah menjadi input penting bagi sistem politik. Sementara pada waktu
bersamaan, media massa telah menyampaikan informasi kepada masyarakat mengenai
berbagai tindakan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Beberapa
tindakan dan kebijakan pemerintah yang disampaikan oleh media massa tersebut
memeancing diskusi publik selama berhari – hari hingga berbulan – bulan.
Kalangan
LSM atau sering juga disebut sebagai NGO atau CSO juga telah menjadi salah satu
kekuatan yang diperhitungkan pada era reformasi. Pada masa Orde Baru, LSM telah
menjadi salah satu kekuatan sosial yang penting dalam melakukan kritik terhadap
pemerintah ketika kekuatan – kekuatan lain dalam masyarakatdiam sebagai akibat
represi pemerintahan Orde Baru secara brutal. Dalam artikel yang diberi judul,
“Indonesia Flexible NGO vs Inconsistent State Control”, Yumiko Sakai
mengemukakan bahwa pada era tahun 1970 – an NGO mulai melakukan kegiatan dengan
sungguh – sungguh, dan ini karena setidaknya empat alasan, pertama,
meningkatnya kemiskinan di daerah urban dan daerah pedesaan, kedua, perubahan
lingkungan politik domestik pada era tahun 1970 – an, ketiga, keberadaan
kelompok – kelompok strategis masyarakat sebagai pemimpin, keempat, aliran dan
bantuan finansial dari komunitas – komunitas internasional. Saat ini tidak
kurang dari 12.000 NGO yang tercatat di seluruh Indonesia.
Pada era
reformasi, LSM ini semakin mengakar dalam masyarakat dengan perhatian yang
beragam. Beberapa di antaranya menaruh perhatian di bidang demokrasi,
globalisasi, good governance, pemberdayaan konsumen, media, pertanian,
isu – isu lingkungan hidup, korupsi, pemberdayaan perempuan, penyelamatan
hewan, penegakan hukum dan lain sebagainya. Mereka terlibat aktif memengaruhi
kebijakan publik berkenaan dengan bidang – bidang yang mereka tekuni. Mereka
terlibat dalam lobi – lobi politik di DPR dan pemerintah agar kepentigan mereka
dilindungi dan tujuan – tujuan mereka tercapai melalui sistem politik.
Kekuatan politik LSM ini menjadi
signifikan tatakala mereka mempunya jaringan – jaringan internasional. Biasanya
mereka dibiayai oleh lembaga – lembaga donor internasional, dan tidak sedikit
diantaranya mempu menggalang opini publik tidak saja di tingkat lokal, tetapi
juga nasional dan inernasional. LSM – LSM yang menaruh perhatian dalam
pemberdayaan perempuan dan anti kekerasan domestik, misalnya secara aktif
melakukan lobi terhadap struktur – struktur politik formal ketika kebijakan
pemerintah dianggap mengancam kelompok – kelompok yang mereka perjuangkan.
Meskipun tidak semua LSM mempunyai perilaku dan tabiat yang baik sebagaimana
dikeluhkan oleh beberapa pihak, tetapi eksistensi mereka sangat penting dalam
konteks artikulasi kepentingan sebagai bagian masyarakat sipil yang otonom.
Diharapkan, kemunculan kelompok – kelompok LSM ini mendorong partisipasi rakyat
dalam skala yang lebih luas dalam proses pembuatan, implementasi, dan evaluasi
kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Asosiasi – asosiasi profesi juga
mempunyai peran tidak kalah pentingnya dalam proses artikulasi kepentingan.
Pada masa Orde Baru, lembaga asosiasi profesi semacam ini telah menjadi alat
korporatisme negara yang relatif efektif dalam mengontrol masyarakat, terutama
anggota – anggota profesi. Untuk itu, bagi asosiasi profesi tidak diizinkan
mempunyai asosiasi di luar yang direstui oleh pemerintah. Sebagai akibatnya,
asosiasi – asosiasi profesi semacam ini bukannya memperjuangkan kepentingan
profesi dan anggota – anggotanya, tetapi malahan ditujukan untuk membungkam
aspirasi yang barangkali berkembang dalam asosiasi.
Kondisi di atas telah banyak
mengalami perubahan sejak reformasi dicanangkan tahun 1998. Para professional
didizinka untuk mendirikan organisasi profesi sesuai dengan yang mereka
inginkan, dan setiap profesi tidak harus hanya terdiri dari satu asosiasi
profesi. Oleh karena itu, pada era sekarang ini, kita dapat, misalnya,
menemukan lebih dari satu organisasi wartawan di seluruh Indonesia. Padahal,
pada masa Orde Baru, hanya PWI yang direstui oleh pemerintah dan dengan
demikian menjadi satu – satunya asosiasi yang syah bagi para wartawan.
Proses demokratisasi telah membuat
organisasi – organisasi ini berani menyuarakan hak – haknya. PGRI sebagai salah
satu organisasi guru yang berdiri sejak pemerintahan Orde Baru telah
menyuarakan hak – hak guru. Bahkan, mereka berani melakukan boikot dalam bentuk
“mogok mengajar” ketika kebijakan pemerintah dirasa merugikan kepentingan –
kepentingan mereka. Organisasi – organisasi lain, semacam organisasi petani
juga melakukan hal yang kurang lebih sama. Bahkan, asosiasi kepala desa saluruh
Indonesia berani mendatangi pemerintah pusat untuk memperjuangkan hak-haknya.
Keseluruhan fenomena ini mengindikasikan bahwa lembaga – lembaga politik
informal telah mempunyai peran penting dalam sistem politik demokrasi. Mereka
terlibat dalam proses artikulasi dan agregasi kepentingan yang menjadi input
penting sistem politik. Namun sayangnya, rendahnya responbilitas sistem politik
membuat artikulasi dan agregasi kepnetingan ini berujung pada anarkisme massa.
Pada dasarnya sistem politik tidak akan berhasil
tanpa adanya rakyat yang ikutserta di dalamnya. Maka, dalam suatu sistem
politik harus mengikusertakan rakyat untuk mendukung keberhasilan sistem
politik tersebut. Selain masyarakatnya, sistem politikpun harus bias
bekerjasama dengan Negara lain karena antar Negara memerlukan kerjasama yang
menguntungkan. Tidak hanya dengan mengikutsertakan mereka, tetapimereka harus
berpedoman pada dasar Negara untuk menghargai perbedaan diantarNegara misalnya,
perbedaan ras, suku, dan agama. Jika semua itu telah tercapai, makasistem
politik suatu Negara akan berhasil
SUMBER :
- http://id.shvoong.com/law-and-politics/enviromental-law/2193147-pengertian-budaya-politik/#ixzz1sNe9fU00
- http://sospol.pendidikanriau.com/2009/10/definisi-ilmu-politik-sebelum.html
- http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_politik
- http://id.wikipedia.org/wiki/Politik
- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/perkembangan-politik-indonesia/
- http://www.slideshare.net/azizazea2/tugas-makalah-sistem-politik
Langganan:
Postingan (Atom)